Extinguished, soaring sparks of Fire -
Padam, percikan api yang membumbung tinggi
Part 2
"Climb, aku akan membunuh seluruh orang yang ada di atas. Kita tidak punya apapun untuk mengikat mereka dan akan gawat jika ada yang tidak beres dan mereka berteriak meminta pertolongan. Meskipun aku bisa membuat mereka pingsan, akan bahaya jika mereka bangun ketika kita akan...apa, ada apa?"
"Ti-Tidak, bukan apa-apa."
Climb menggelengkan kepalanya untuk menyingkirkan rasa tidak enak dalam dirinya. Meskipun hatinya berdebar kencang seperti ketika dia berlari dengan seluruh tenaga, dia mengabaikannya.
"Maafkan aku, aku tidak apa sekarang. Aku sudah siap untuk mulai kapanpun."
"Begitukan?...Hmm, kelihatannya kamu telah merubah cara berpikirmu. Kamu telah berbeda sejak kita tiba disini. Sekarang ini, kamu telah memiliki wajah seorang warrior. Aku tahu kamu gelisah. Lagipula, ada banyak orang disini yang tidak bisa kamu kalahkan. Tapi tenanglah, aku disini dan Sebas-sama juga. Fokus saja untuk bertahan hidup demi orang yang mendukungmu."
Dia menepuk bahu Climb dan dengan katana yang telah terhunus, Brain memukul pintu empat kali.
Climb juga menggenggam pedangnya.
Mereka bisa mendengar suara langkah kaki yang mendekat dari sisi lain pintu dan suara pintu itu dibuka kuncinya terdengar tiga kali.
Seperti yang mereka rencanakan, Climb mendorong pintu hingga terbuka.
Sebelum mereka bisa mendengar suara panik apapun, Brain menyerang. Suara daging yang tersayat bisa terdengar, lalu diikuti dengan suara sesuatu yang jatuh ke lantai dengan suara gedebuk.
Climb mengikutinya ke dalam.
Brain yang telah pergi duluan darinya sudah menebas pria kedua. Selain dari itu, Climb melihat seorang pria dengan armor kulit sedang memegang pedang. Climb memperpendek jarak mereka dalam sekejap.
"Ap! Siapa kamu?!"
Dalam kepanikan, pria itu mengayunkan pedangnya tapi dengan mudah bisa dipenalkan oleh pedang Climb.
Dia lalu menurunkan ayunan di atas kepala dalam satu nafas.
Pria itu mencoba untuk menahannya dengan semacam pedang pendek tapi tidak cukup untuk menghentikan tebasan yang memiliki seluruh berat tubuh Climb. Pedang Climb membuat pedang lawan terlempar dan menebas menembus bahu pri aitu dan menembus tengkuk lehernya.
Saat pria itu roboh dengan mengerang kesakitan, darah dalam jumlah besar merembes keluar menuju lantai; cukup bisa membuat seseorang bertanya-tanya dari mana semua darah itu. Tubuhnya bergerak aneh saat dia mendekati kematian.
Setelah memutuskan bahwa itu adalah luka fatal, Climb mempertahankan kuda-kudanya dan tetap waspada saat dia mundur ke sudut ruangan. Di belakangnya, dia mendengar Brain yang berlari di tangga yang menuju lantai dua.
Setelah memastikan bahwa satu-satunya benda di dalam interior adalah perabotan biasa, Climb berlari ke kamar selanjutnya.
Satu menit kemudian.
Setelah mencari berkeliling ke setiap lantai bagian mereka dan memastikan bahwa tidak ada lagi musuh, Climb dan Brain bertemu di pintu masuk.
"Aku mencari di lantai satu dan tidak melihat tanda-tanda apapun akan adanya orang lain."
"Sama juga dengan lantai dua. Faka bahwa tidak ada tempat tidur satupun di sini mungkin berarti bahwa ini bukan tempat mereka tidur... Seperti yang kuduga, ada lorong rahasia dan mereka hidup di sisi lain."
"Tentang lorong rahasia itu, apakah kamu berhasil menemukannya? Aku ragu jika itu ada di lantai dua."
"Tidak, aku tidak bisa menemukan apapun seperti itu. Seperti yang kamu bilang, mungkin saja ada di lantai satu."
Climb dan Brain saling melihat dan mencari ke dalam lantai.
Climb tidak memiliki skill thief satupun dan tidak bisa menemukan apapun hanya dengan mencari di area tersebut. Jika mereka bisa mencarinya dengan santai dan memiliki tepung untuk digunakan menemukannya, mereka bisa menyebarkan tepung itu ke seluruh area dan meniupkannya. Tepung itu akan jauh ke dalam celah dari pintu masuk rahasia dan membuatnya lebih mudah ditemukan. Namun, mereka tidak memiliki baik tepung atau waktu yang lama. Climb mengeluarkan sebuah item magic dari kantongnya.
Itu adalah satu set lonceng tangan kecil yang diberikan oleh Gagaran dari Blue Rose.
[Meskipun bahaya berpetualang tanpa seorang thief, akan ada waktu ketika kamu tak punya pilihan. Ketika itu terjadi, ini akan membuat perbedaan besar.]
Itulah yang dikatakan oleh Gagaran ketika dia memberikan item ini kepada Climb. Climb membandingkan gambar yang ada di setiap sisi dari tiga lonceng dan mengambil yang dia inginkan.
Nama dari item magic item yang dia keluarkan adalah 'Bell of Detect Secret Doors'.
Dia bisa merasakan Brain melihat dirinya dengan penuh tanda tanya saat dia menggoyang lonceng itu sekali. Sebuah nada menyegarkan terdengar, sebuah suara yang hanya bisa di dengar oleh pemakai lonceng itu.
Dalam balasannya, sebuah cahaya pucat berkumpul di satu bagian dari lantai. Cahaya yang berkedip berulang kali, menunjukkan lokasi dari pintu rahasia.
"Hoh, itu adalah item yang praktis. Semua item milikku hanya untuk memperkuat diriku dan hanya berguna dalam bertempur."
"Tapi bukankah itu sudah jelas bagi seorang warrior?"
"Seorang warrior huh..."
Setelah mengingat titik itu, Climb berpisah dari Brain yang mengeluarkan senyum pahit dan mengelilingi lantai itu sekali lagi. Efek magic dari item ini memiliki batas waktu. Sangat penting menginvestigasi sebanyak mungkin tempat sebelum waktu abis. Meskipun dia melakukan sebuah putaran mengelilingi lantai, selain dari yang pertama, tidak ada area lain yang bereaksi terhadap magic tersebut.
Arah mereka selanjutnya adalah menyusup melalui pintu ini. Namun, Climb memicingkan matanya dan menatap pintu masuk. Dia lalu menghela nafas lagi dan lagi, mengeluarkan satu set tiga lonceng tangan.
Yang dipilih kali ini adalah gambar yang berbeda dari yang sebelumnya. Dan seperti sebelumnya, dia menggoyangkan item itu.
Sebuah suara yang mirip namun berbeda dari yang sebelumnya bisa terdengar.
'Bell of Remove Trap.'
(Lonceng Penghapus Jebakan)
Hati-hati dengan sekitarmu. Sebagai seorang warrior, Climb tidak memiliki kemampuan apapun untuk mendeteksi jebakan ataupun cara untuk menangani mereka jika mereka jatuh ke dalamnya. Jika mereka memiliki seorang magic caster, maka meskipun jika dia terkena racun yang melumpuhkan, dia bisa diobati. Namun, hanya ada dua warrior di sini. Diantara skill-skill martial art, yang bisa menetralkan racun memang ada. Namun, Climb belum mempelajarinya dan tidak memiliki antidot yang dibawa. Dia harus menganggap bahwa dia akan binasa jika dia terkena sekali saja.
Itulah kenapa dia harum menggunakan sebuah item dengan batasan jumlah pemakaian perhari tanpa ragu.
Sebuah suara klik berat terdengar dari pintu rahasia.
Climb menancapkan pedangnya di antara ujung pintu dan memaksa membukanya.
Sisi yang bengkok dari pintu kayu muncul dan jatuh ke sisi lain. Sebuah crosbow sudah dipasang di dalam pintu masuk rahasia. Ada cahaya aneh yang terpantul di ujung anak panh degan ujung empat sisi itu.
Climb merubah posisinya dan menatap ke arah crossbow.
Ujung anak panahnya ditutupi oleh semacam cairan kental. Kemungkinan sepuluh banding satu itu adalah racun. Jika mereka mencoba membukanya dengan tanpa hati-hati, anak panah dengan ujung empat sisi yang ujungnya sudah dicelup dengan racun tersebut akan menembak.
Dengan nafas lega yang kecil, dia mencari sebuah jalan untuk menyingkirkan crossbow itu. Sayangnya, crossbow tersebut dipasang dengan kuat dan kelihatannya tidak akan bisa dilepaskan tanpa alat.
Setelah menyerah, Climb menatap ke arah pintu masuk rahasia.
Sebuat set tangga curam yang menuju ke bawah dan dia tidak bisa melihat apapun seterusnya karena sudut pandang. Baik tangga dan area di sekitarnya dipenuhi dengan batu, membuatnya sangat kuat.
"Jadi, apa yang akan kamu lakukan? Apakah kamu akan menunggu disini?"
"Sedikit sulit bagiku untuk bertarung di dalam ruangan, aku ingin pergi dan mencari tempat yang lebar dan mudah untuk bertarung di dalamnya dan menyerang posisi mereka disana."
"Memperhitungkan situasi 1 lawan 1, kamu akan memiliki peluang menang yang lebih besar jika kamu menunggu di ujung atas tangga. Tapi jika ada pertempuran, ada kemungkinan bahwa aku juga akan jauh di dalam dan tak bisa mendengarnya... Dan karena bala bantuan mungkin akan datang, kita pastinya harus melupakan ide itu. Kalau begitu ayo pergi sama-sama."
"Ya. Aku mengandalkanmu."
"Aku akan memimpin jalannya. Ikuti agak sedikit jauh di belakangku"
"Aku mengerti. Dan meskipun item yang aku gunakan beberapa saat yang lalu untuk membersihkan jebakan bisa digunakan tiga kali sehari, item itu tidak bisa digunakan secara berturut-turut dan membutuhkan waktu setidaknya tiga puluh menit interval diantara masing-masing penggunaannya. Kita tidak bisa mengandalkan item."
"Aku paham. Aku akan maju dengan sikap sangat hati-hati. Dan jika kamu mendeteksi sesuatu maka berteriaklah."
Setelah berkata demikian, Brain bergerak ke depan dan berjalan menuruni tangga. Untuk berjaga-jaga, dia maju satu langkah demi satu langkah sambil mendorong-dorong lantai di depannya dengan katana. Climb mengikutinya dari belakang.
Di ujung bawah tangga, lantai dan bahkan dinding-dindingnya terdiri dari batu-batuan keras. Beberapa meter di depan, mereka melihat pintu kayu dengan ujung yang diberi baja.
Meskipun sulit untuk membayangkan jika mereka akan membuat jebakan dengan level crossbow pada jalanan pintu keluar darurat, sangat umum bagi seorang warrior dengan senjata lengkap dihabisi dengan jebakan satu lantai. Itu harus dihindari bagaimanapun caranya.
Meskipun jaraknya pendek, Brain bergerak maju dengan hati-hati dan pelan-pelan mendekati pintu. Climb berjaga di ujung bawah tangga. Dia melakukannya untuk menghindari terseret ke dalam kecelakaan apapun yang bisa saja akan terjadi.
Pertama Brain menusuk pintu dengan pedangnya. Setelah beberapa kali mengulanginya, dia menggenggam gagang pintu dan memutarnya. Gerakannya terhenti.
Saat dia khawatir tentang apa yang akan terjadi, Brain berputar ke arah Climb dengan suara yang sedih.
"...Pintu ini terkunci."
Tentu saja. Sebuah pintu pasti akan terkunci.
"Ah, aku punya sesuatu. Tunggu sebentar."
Dia membunyikan tiga lonceng tangan yang terakhir ke arah pintu.
Dengan kekuatan 'Bell of Open Lock', suara samar dari kunci yang terbuka di pintu bisa terdengar.
Brain memutar gagang dan membuka pintu itu sedikit, mencari keberadaan manusia di dalamnya.
"Tak ada orang di sini. Aku akan pergi dulu."
Climb mengikuti di belakang Brain dan masuk juga.
Mereka berada di dalam sebuah aula.
Di satu sudut ruangan, ada sebuah kurungan yang cukup lebar untuk ditempati satu orang. Banyak peti-peti kayu yang disusun menempel di dinding. Apakah ini tempat mereka meletakkan barang-barang? meskipun begitu, kelihatannya sedikit terlalu luas.
Ada sebuah pintu tanpa kunci di ujung yang berlawanan. Ketika Climb mendengarkan dengan teliti, dia mendengar sebuah suara samar-samar, seakan ada keributan di kejauhan.
Brain berputar dan bertanya kepada Climb.
"Bagaimana dengan disini? Jelas sekali cukup besar, tapi.... kamu mungkin akhirnya akan melawan beberapa orang bersamaan."
"Jika itu nanti masalahnya, aku akan membuka pintu yang menuju ke pintu keluar dan bertarung di tangga."
"Baiklah. Aku akan melihat sedikit di sekeliling dan akan segera kembali. Jadi jangan sampai mati, Climb."
"Semoga beruntung. Brain-sama juga, hati-hati."
"Jika kamu tidak keberatan... bisakah aku meminjam item yang tadi?"
"Tentu saja. Maaf tidak berpikir terpikirkan."
Climb menyerahkan ketiga lonceng tadi kepada Brain yang meletakkan di kantung ikat pinggangnya. Dia lalu memasang wajah seorang warrior yang sudah bertekad.
"Kalau begitu aku akan pergi."
Meninggalkan kalimat itu, Brain melalui pintu tanpa kunci dan bergerak semakin dalam ke rumah bordil.
Setelah dia sendirian, Climb melihat sekeliling bagian dalam yang hening.
Pertama, dia memeriksa untuk melihat jika ada seseorang dibalik peti-peti itu dan apakah ada jalan keluar yang lain. Meskipun itu adalah skill pencarian milik warrior paling banter, kelihatannya tidak ada pintu tersembunyi lainnya. Dia lalu memeriksa peti-peti kayu yang berjumlah banyak.
Jika mungkin, dia ingin mendapatkan informasi tentang fasilitas Eight Finger selain dari yang ini. Akan lebih bagus jika ada barang selundupan atau barang ilegal. Tentu saja, pencarian yang sebenarnya harus menunggu setelah tempat ini diambil alih. Tapi dia harus melakukan investigasi sendiri dengan cakupan yang dia mampu.
Diantara banyak peti-peti kayu tersebut, baik yang besar dan kecil, dia mendekati yang terbesar diantara mereka. Baik panjang, lebar dan semuanya, semuanya sekitar dua meter.
Dia memeriksa peti-peti kayu besar jika ada jebakan apapun. Tak usah dikatakan, sama seperti sebelumnya. Dia tidak memiliki skill pengamatan dan tidak bisa meniru skill dari seorang thief.
Dia menekankan telinganya ke arah peti tersebut dan mendengarkan.
Meskipun kelihatannya tidak ada sesuatu yang terkunci di dalam, di tempat seperti dunia bawah tanah, apapun bisa terjadi. Mereka bahkan bisa menyelundupkan makhluk-makhluk ilegal.
Di lain pihak, mungkin sudah bisa diduga jika dia tidak mendengar suara apapun. Climb lalu meletakkan tangannya di atas peti tersebut dan membukanya.
-Tidak bisa dibuka.
Peti tersebut tidak bergeming.
Dia lalu melihat ke sekeliling untuk mencari sesuatu seperti papan kayu atau tongkat tapi setelah melihat-lihat sebentar tidak ada benda semacam itu.
"...Kalau begitu tidak ada pilihan."
Selanjutnya, dia berpindah untuk mencoba membuka peti kayu terbesar selanutnya dengan ukuran sekitar satu meter di semua sisi.
Yang ini bisa dengan mudah terbuka. Mengintip di dalamnya, ada bermacam-macam pakaian. Dimulai dengan one-piece yang buruk, bahkan ada beberapa pakaian yang biasa dikenakan oleh putri bangsawan.
"Apa ini? Apakah ada benda sembunyi di bawah ini... kelihatannya tidak seperti itu. Apakah ini pakaian cadangan? Beberapa diantaranya terlihat seperti pakaian kerja, dan ini adalah pakaian pelayan? Apa ini?"
Climb tidak mengerti apa arti semua pakaian ini. Dia memegang satu buah di tangannya tapi hanya pakaian biasa. Jika ini berhubungan dengan sebuah kejahatan, maka ini pasti adalah barang curian. Namun, ini tidak cukup dikategorikan sebagai bukti untuk menghancurkan rumah bordil ini.
Meninggalkan barang-barang yang tidak dia mengerti sendiri, Climb menuju ke arah peti kayu yang mirip ukurannya dengan sebelumnya. Saat itulah dia mendengar suara berisik yang memenuhi ruangan.
Itu tidak mungkin. Dia telah memeriksa seluruh ruangan dan memastikan bahwa tidak ada seorangpun di sini. Saat itu, sebuah pemikiran berkelebat di otaknya. Seseorang bisa saja menggunakan 'invisibility' untuk menyembunyikan diri dari awal.
Climb mulai gugup karena pemikiran tersebut dan cepat-cepat berputar ke arah suara, peti dengan ukuran 2 meter yang tidak bisa dibuka. Salah satu sisi dari peti itu menempel di dinding, dan sisi lainnya sekarang terbuka.
Tidak ada barang di dalam peti tersebut. Malahan, ada dua orang pria. Di dalamnya ada sebua lorong dan ada sebuah lubang dimana ada dinding seharusnya di sana. Di dalam peti tersebut telah tersambung ke terowongan rahasia.
Ketika Climb berkedip, para pria itu melangkah keluar dari peti tersebut sekal lagi.
Keringat dingin mengalir ke lehernya.
Penampilan dari salah satu pria itu dari dekat mirip dengan ciri-ciri yang dia dengar dari Sebas. Namanya adalah Succulent, yang dianggap sebagai rintangan terbesar di dalam serangan ini dan di waktu yang sama, yang paling ingin mereka tangkap.
Dia adalah anggota dari 'Six Arms' yang disebut-sebut setara dengan petualang peringkat adamantium. Musuh yang tidak ingin dikalahkan oleh Climb menghunuskan pedangnya dan berbicara sambil memicingkan matanya.
"Aku tahu ada penyusup dari 'Alarm' jadi aku sampai mengambil jalan rahasia tapi... Mungkin kamu sudah mempersiapkan lebih banyak jalan?"
Pria di belakangnya merespon dengan suara melengking.
"Meskipun sekarang kamu berkata demikian, entahlah."
Sementara itu, pria tersebut melihat Climb dan bicara sambil memiringkan kepalanya.
"Huh? Aku pernah melihat bocah itu entah darimana."
"Seorang bocah yang kamu kenal? Bahkan aku pun marah jika kamu berkata demikian di situasi ini."
"Ada apa denganmu, Succulent? Bukan itu yang kumaksud. Tidak diragukan lagi, dia adalah bawahan dari wanita yang paling kubenci di dunia."
"Kamu bilang bahwa dia adalah bawahan dari si putri?"
Succulent melihat ke arah Climb dari atas hingga bawah seperti menjilatinya.
Meskipun mata dari pria di belakangnya, cukup ketakutan, dan dipenuhi dengan nafsu, matanya terlihat seperti mencoba mengukur kemampuan Climb sebagai seorang warrior. Mereka seperti mata dari ular yang mencoba untuk mengukur mangsanya apakah muat di dalam mulutnya.
Pria di belakangnya menjilat bibirnya sendiri dengan lidahnyd dan bertanya kepada Succulent.
"Aku ingin membawanya denganku, boleh kan?"
Merinding mengalir di punggung Climb dan dia merasa gatal di pantatnya.
Si brengsek itu, ternyata dia seperti itu!
"Aku akan meminta biaya tambahan."
Succulent mengabaikan teriakan di otak Climb dan menghadapinya. Meskipun Climb tidak melihat celah apapun dari awal, dia terjerat oleh perasaan bahwa dia sedang menghadapi benteng yang kuat.
Succulent melangkah maju dengan kasar.
Tekanan itu membuat Climb mengambil langkah mundur.
Tidak diragukan lagi, tidak lama sebuah pertarungan di mana perbedaan kemampuan yang jelas harus diselesaikan. Namun, Climb, sudah melangkahi kesulitan itu.
Jika aku mempertahankan pertahananku dan terfokus untuk menghadang, maka aku akan bisa mengulur waktu hingga Brain-sama atau Sebas-sama tiba.
Tapi ada suatu hal yang dia harus lakukan sebelum itu.
Climb menghirup sebuah nafas panjang.
"Tolong aku-!!"
Dia meneriakkan sebuah suara yang cukup kencang untuk memaksa seluruh udara keluar dari paru-parunya.
Memenangkan pertarungan individu bukanlah sebuah kemenangan. Mereka akan menjadi kemenangan jika mereka bisa mengikat pria-pria disini agar tidak bisa lari. Cara lain untuk menyebutnya adalah jika mereka membiarkan seorang pria dengan kemampuan seperti itu - dan juga, seorang pria yang kelihatannya memiliki banyak informasi kabur, maka itu artinya mereka kalah. Jika begitu, tidak ada alasan baginya untuk ragu-ragu berteriak minta bantuan.
Wajah Succulent berubah menjadi liar.
Pihak lain sekarang tertekan oleh kebutuhan untuk menyelesaikan pertarungan ini secepat mungkin. Dengan kata lain, ada peluan yang lebih besar jika dia akan menggunakan skill yang lebih besar.
Climb tidak mengendurkan sikap waspadanya dan mengamati mereka.
"Cocco Doll-sama, kelihatannya akan menjadi sedikit sulit untuk membawa orang ini dengan kita. Kelihatannya kita harus menghabisinya sebelum bala bantuan datang."
"Apa! Bukankah kamu bilang bahwa kamu adalah anggota dari Six Arms? Kamu tidak bisa menghajar seorang bocah sepertinya? Kamu membuat namamu menangis, Devil of Illusions!"
"Jika anda berkada demikian, maka anda telah meletakkan saya di posisi yang sulit. Kalau begitu, aku akan melakukan sebaik-baiknya tapi jangan lupa jika kemenangan kita berada pada Cocco Doll-sama yang bisa kabur dari sini dengan selamat."
Climb mempertahankan kewaspadaannya dan menatap Succulent saat dia mencoba mencari tahu mengapa dia disebut Devil of Illusions. Dia tidak akan mendapatkan julukan jika kemampuannya benar-benar tidak sesuai. Dengan begitu, jika dia bisa menemukan asalnya, maka dia bisa membaca setidaknya sedikit kemampuan lawannya. Tapi sayangnya, dia tidak bisa mengetahui apapun dari penampilan pria tersebut atau perlengkapannya.
Meskipun dia tahu bahwa dia berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, Climb berteriak untuk memberi semangat diri.
"Aku menjaga pintu ini. Sementara aku masih berdiri, aku tidak akan membiarkan kalian kabur!"
"Kita akan segera tahu. Ketika kamu roboh dengan menyedihkan di lantai, begitulah."
Succulent pelan-pelan mengangkat pedangnya.
Hmm?!
Climb meragukan matanya.
Pedangnya mengayun. Matanya tidak salah. Meskipun itu adalah fenomena aneh itu hilang dalam sekejap, dia melihatnya dengan jelas.
Semacam Martial Art-?
Mungkin itu ada hubungannya dengan alasan dia disebut Devil of Illusions. Jika begitu, itu artinya bahwa lawannya telah mengaktifkan sebuah kekuatan. Meskipun dia tidak mengendurkan kewaspadaannya, dia sekarang harus lebih berhati-hati.
Succulent mendekati Climb sambil mengangkat pedang.
Tidak bisa dikatakan sebagai gerakan seseorang yang setara dengan petualang peringkat adamantium. Namun lebih tepatnya, terlihat sebagai gerakan saja, jatuhnya sedikit di bawah perkiraan Climb. Dia mengangkat pedangnya untuk menyamakan dengan jalan dari ayunan dan - merasakan sedikit rasa gemetar yang menyebabkannya harus cepat-cepat menarik mundur.
Dalam sekejap, dia merasakan luka yang tajam dari samping tubuhnya dan hampir roboh.
"Ugh!"
Dia terhuyung-huyung ke belakang menempel ke dinding. Dia tidak bisa bersantai memikirkan apa yang baru saja terjadi. Succulent sudah ada di depannya.
Pedangnya diangkat seperti sebelumnya. Climb mengangkat pedangnya ntuk melindungi kepalanya dan melompat ke samping saat dia bergulung dengan kepala dahulu.
Rasa perih menjalan di lengan kanan atasnya.
Dia bergulang menggunakan momentum dan segera berdiri, mengayunkan pedangnya bahkan tanpa melihat.
Pedang itu membelah udara.
Dia menydarai bahwa musuhnya tidak berniat mengejarnya dan melihat sekeliling sambil menekan lengan kanannya. Dia melihat Succulent berlari ke arah pintu yang menuju tangga sambil berhati-hati terhadap Climb.
Climb mengabaikan Succulent yang akan membuka pintu dan mengarahkan tatapannya kepada Cocco Doll. Dia yakin bahwa Succulent bertanggung jawab terhadap perlindungan Cocco Doll, ini akan cukup menjaganya. Perkiraannya benar.
Tangan Succulent berhenti tiba-tiba. Dia lalu meletakkan dirinya diantara Climb dan Cocco Doll lalu membuat suara klik dengan lidanya. Matanya bergerak ke arah pintu, Climb, dan Cocco Doll dengan urutan seperti itu dan wajahnya menjadi bingung.
"Dia mendapatkanku! Maafkan saya tapi saya harus membunuh bocah ini disini."
"Apa~? jika kita membiarkannya tetap hidup maka dia akan menjadi kartu yang bagus untuk digunakan melawan pelacur itu."
"Saya melakukan kesalahan karenanya. Saya terfokus pada kenyataan bawa dia sedang menjaga pintu ini dan ... itu adalah alasan mengapa dia merancau tentang menjaga pintu ini. Si brengsek ini... bermain-main dengan saya."
...Baiklah, dia kena jebakan! Seperti yang kuduga, mereka kelihatannya tidak memiliki informasi apapun mengenai apa yang terjadi di luar. Sekarang mereka tidak akan bisa lari.
Di dalam situasi dimana Succulent hanya bodyguard satu-satunya, adalah ide yang bodoh untuk berlari sambil membiarkan Climb hidup dan mampu melanjutkan pertarungan. Alasannya karena mereka akan terkena serangan kepungan jika ada salah satu dari sekutu Climb yang ada di atas tangga. Entah kenapa, dia juga tidak bisa membiarkan Cocco Doll kabur sendirian sebelum dia menyelesaikan pertarungannya dengan Climb.
Climb memisahkan diri dari pintu setelah berkata bahwa dia akan menjaganya dan menunjukkan tanda bahwa dia sedang mengincar Cocco Doll menyebabkan Succulent jatuh ke dalam kebohongannya. Dia sekarang sedang bingung karena berpikir ada orang yang berjaga di balik pintu sana dan bahwa mereka akan menggunakan serangan kepungan untuk menangkap Cocco Doll hidup-hidup. Agar bisa membuat lepas dengan aman, dia harus bertekad bahwa dia harus mengalahkan Climb di sini terlebih dahulu.
Tentu saja, ini karena dia tidak tahu situasi di luar. Jika dia tahu dia hanya membuka pintu itu dan kabur.
Setelah memenangkan perjudian ini, Climb menerima nafsu membunuh yang naik dan mengangkat pedangnya.
"Haa...."
Climb menahan rasa perih yang mengalir dari samping dan lengan kanan atasnya. Beberapa tulangnya mungkin sudah patah tapi dia beruntung masih bisa bergerak. Tidak, jika si mesum itu tidak menyandarkan nafsu aneh apapun kepadanya, maka Climb mungkin bisa mati dengan satu tebasan pedang. Meskipun dia sedang menggunakan chain shirt, itu tidak melindunginya dari tebasan dengan sepenuhnya.
Tapi serangan apa itu tadi? Apakah dia menyerang dengan kecepatan yang menakjubkan? Tapi kelihatannya tidak seperti itu...
Wajah Gazef muncul di otak Climb.
Martial Art asli milik Gazef Stronoff, 'Sixfold Slash of Light', dikatakan mengirim enam serangan sekaligus. Jika begitu, mungkin dia menggunakan hal yang mirip, tapi tidak cukup kuat, sebuah 'Twofold Slash of Light'.
Namun, itu artinya bahwa Succulent menggunakan teknik aneh dimana serangan pertama memiliki kecepatan biasa dan hanya serangan kedua yang cepat.
Bukan begitu. Aku bisa menghadapinya jika aku tahu serangan macam apa itu tapi... lagipula, bahaya jika aku hanya bertahan. Apakah aku harus menyerang?
Climb menelan air ludahnya. Matanya berganti dari Succulent ke arah Cocco Doll meneybabkan wajah Succulent berubah hebat.
Seorang bodyguard tidak akan senang jika kamu mengincar target mereka, meskipun hanya sebuah ancaman. Aku tahu pengalaman itu.
Mendekati sambil melakukan semuanya yang dia sendiri tidak akan menikmati.
Devil of Illusions; seorang iblis yang menggunakan ilusi...ada sebuah peluang bahwa julukan itu sendiri adalah sebuah tipuan tapi... layak untuk diperiksa.
Dia menurunakn pedangya sambil memperpendek jarak. Tapi seperti yang diduga, dengan mudah bisa di pentalkan. Dia menahan benturan yang disalurkan dan mengayunkan pedang lagi. Itu bukan sebuah serangan yang ditingkatkan jadi tidak ada kekuatan di dalamnya. Bagaimanpun juga itu cukup.
Saat Broadsword miliknya sekali lagi dipentalkan oleh pedang Succulent, Climb menganggukkan kepalanya puas dan melebarkan jarak.
"Sebuah ilusi! Bukan martial art!"
Dia merasa ada yang tidak beres ketika pedangnya dipentalkan. Daripada senjata yang tidak bisa dia lihat dengan mata, dia merasa pedangnya di pentalkan oleh sesuatu yang sedikit di depannya.
"Lengan kananmu sendiri ada ilusi. Lengan dan pedangmu yang sebenarnya tidak terlihat!"
Pedang yang dia kira dia tahan adalah sebuah ilusi dan pedang yang tidak terlihat adalah yang menebas tubuhnya.
Succulent menghapus seluruh ekspresi di wajahnya dan multi bicara dengan suara datar.
"...Benar sekali. Aku hanya menggabungkan sebuah mantra yang membuat bagian dari tubuh tidak terlihat dengan magic ilusi karena aku memilih kelas dalam ilusionist dan Fencer. Setelah kamu tahu sekarang, itu adalah trik yang membosankan, ya kan? Kamu bisa tertawa jika kamu menginginkan."
Bagaimana munkgin dia bisa tertawa? Tidak diragukan lagi, memang kedengarannya sangat sederhana ketika disebutkan dan bahkan membuat seseorang penasaran bagaimana mereka tidak menyadari itu sebelumnya. Namun, di dalam pertempuran dimana sebuah tebasan bisa berarti kematianmu, tidak ada yang lebih menakutkan selain dari sebuah pedang yang tidak bisa dilihat. Dan kenyataannya bahwa ada ilusi yang kelihatan membuatnya mudah melupakannya.
"Kekuatanku murni seorang warrior mungkin lebih rendah darimu karena kemampuanku terpisah, tapi.."
Succulent merubah tangannya yang sedang memegang pedang dengan sebuah jentikan. Tapi apakah itu adalah lengan dia yang sebenarnya? Ada peluang bahwa lengan yang bisa dia lihat adalah ilusi dan lengannya yang sebenarnya sedang memegang belatih sambil mencari peluang untuk melemparkannya.
Keringat dingin mengalir turun di tubuh Climb saat dia menyadari terror akan ilusi.
"Diantara para magic caster, seorang ilusionist hanya bisa menggunakan mantra ilusi. Semakin tinggi tingkatannya memiliki mantra yang bisa menyerang dengan ilusi dan membunuh dengan menipu otak, namun.... aku belum tiba di level itu."
"Itu kedengarannya seperti sebuah kebohongan. Dimana buktimu?"
"Kurasa kamu benar."
Succulent bicara dengan sebuah senyuman.
"Yah, tidak ada alasan kamu harus percaya padaku. Jadi, hmm, apa yang akan kukatakan.. benar. Oleh karena itu, aku tidak bisa merapal mantra apapun untuk memperkuat diriku atau melemahkanmu. Namun... bisakah kamu membedakan perbedaan antara ilusi dan realita?"
Segera setelah kalimatnya berakhir, tubuh Succulent menjadi terpisah dan terlihat seperti beberapa Succulent yang saling bertumpuk.
"[Multiple vision]"
Meskipun kelihatannya memang hanya satu yang asli, tidak ada jaminan itu benar.
Mengapa aku memberikan waktu untuk Magic Caster!
Tujuan Climb adalah untuk mengulur waktu, tapi memberi waktu kepada Magic Caster untuk merapalkan mantra sangatlah berbahaya.
Dengan sebuah raungan, Climb mengaktifkan martial art 'Ability Boost' dan 'Strengthen Perception' dan mengurangi jarak dengan Succulent dalam sekali nafas.
"[Scintillating Scotoma]"
"Ugh!"
Climb merasa sebuah bagian dari pandangannya kabur. Namun, efek itu hilang dalam sekejap. Kelihatannya pertahanan terhadap magic miliknya telah sukses.
Setelah bertahan dengan kaki tertancap, Climb mengayunkan pedangnya seperti sedang mencoba menebas menembus seluruh tiruan. Tapi hanya satu diantara mereka yang berada dalam jangkauan dari ayunannya. Seperti yang diduga, jika dia ingin mengenai mereka semua, dia harus menghadapi yang asli. Selain itu, tidak ada gunanya dia memiliki pedang.
Succulent yang terkena tebasan terbelah menjadi dua. Namun, tidak ada darah dan pedang itu seperti menembusnya tanpa halangan.
"-Salah."
Sebuah hawa dingin muncul dari perutnya dan area di sekeliling lehernya menjadi semakin panas. Climb menyelimuti area di mana dia merasa panas dengan tangan kiri.
Dia merasakan luka perih dari tangan yang menutupi lehernya dan sensasi yang tidak tidak menyenangkan dari pakaiannya yang menjadi merah karena darah. Jika dia tidak merasakan nafsu membunuhnya, jika dia ragu mengorbankan tangannya, lehernya pasti akan putus. Lega karena bisa lepas dari kematian, dia menggeretakkan gigi-giginya untuk menahan luka dan menebaskan pedangnya secara horizontal.
Sekali lagi, pedang itu hanya memotong udara tanpa ada hambatan.
Sekali lagi bisa bahaya.
Setelah menyadari ini, Climb menggunakan 'Evasion' dan mundur. Matanya memantulkan gambaran dua Succulent yang mengangkat pedang mereka berturut-turut. Climb tahu jika seluruh pedang itu adalah ilusi dan memfokuskan telinganya.
Chain Shirt yang dia pakai dan degup jantungnya terdengar berisik di telinganya. Satu-satunya hal yang bisa dia dengar adalah suara yang datang dari pria di depannya.
-Tidak. -Tidak. -Yang ini!
Suara yang datang dari pedang yang mengarah kepadanya. Suara samar dari pedang yang memotong menembus udara yang datang dari ruang kosong di depannya. Mengarah ke tengah wajah Climb.
Climb cepat-cepat memutar wajahnya dan dia merasakan gesekan yang melewati pipinya begitu juga degna luka dari dagingnya yang diteba. Cairan panas mengalir dari pipinya dan mengalir ke bawah lehernya.
"Satu dari dua peluang!"
Climb meludahkan darah yang mengalir ke mulutnya dan mengeluarkan seluruhnya ke dalam serangan ini.
Karena dia telah menggunakannya tadi untuk melindungi diri, dia tidak bisa merasakan apapun kecuali luka di bawah pergelangan lengan kirinya. Dia tidak yakin jika jarinya bisa digerakkan dengan baik. Mungkin juga syarafnya sudah putus. Tapi meskipun dia tidak bisa bergantung kepadanya, Climb menggenggam pegangan dari pedangnya.
Luka itu meledak dan membuat giginya bergemerakan. Namun, lengan kirinya bergerak dengan baik dan dia bisa menggenggam pegangan pedangnya. Mungkin luka itu adalah alasan tangannya yang membengkak seperti balon.
Dia memegang pedang itu dengan erat menggunakan kedua tangan dan menurunkan pedangnya dari atas kepala dengan kekuatan sebanyak mungkin.
Darah - terpancar. Bersama dengan sensasi menebas sesuatu yang keras, darah mengucur seperti air mancur. Kelihatannya dia berhasil mengenai yang asli kali ini.
Succulent roboh ke lantai seperti ditebas di tempat vital. Meskipun sulit dipercaya bahwa dia telah menang melawan seorang pria yang memiliki skill menyamai petualang dengan peringkat adamantium, kenyataan bahwa dia telah roboh adalah kebenaran yang tidak bisa dibantah. Climb memaksa kegembiraannya reda dan melihat ke arah Cocco Doll yang menatapnya diam-diam. Dia kelihatannya tidak ada niat untuk kabur.
Mungkin karena dia kehilangan sedikit tekanan, luka yang terbakar dari pipi dan lengan kirinya membuat Climb muntah.
"Ini...tidak bisa disebut sebagai kemenangan penuh."
Meskipun bagus sekali jika bisa menangkap Succulent hidup-hidup, itu tidak mungkin bagi Climb. Meskipun begitu. mereka seharusnya bisa mendapatkan banyak informasi jika mereka menangkap pria yang dilindungi dan dibantu untuk kabur oleh Six Arms tersebut hidup-hidup.
Climb melangkah maju untuk menangkapnya tapi dia merasakan ada yang aneh dengan ekspresi Cocco Doll. Dia terlalu tenang.
Apa dasar dari ketenangan itu?
Saat itu dia merasakan sensasi hangat yang menusuk menembus perutnya.
Seakan seperti boneka yang terputus benangnya, kekuatan meninggalkan tubuhnya. Dalam sekejap, pandangannya berubah menjadi gelap dan ketika dia menyadarinya di roboh di lantai. Dia tidak bisa mengerti apa yang terjadi. Rasanya seperti logam panas yang masuk ke perutnya. Luka tersebut menyebar dan mengeluarkan udara dari paru-parunya dengan liar. Sebuah kaki masuk ke dalam pandangannya yang hanya bisa dilihat dari lantai.
"Sayangnya, kelihatannya kamu tidak bisa menyebutnya dengan kemenangan sama sekali."
Climb mati-matian mengangkat wajahnya dan melihat Succulent yang hampir tidak terluka sama sekali.
"'Fox Sleep'. Itu adalah sebuah ilusi yang bisa diaktifkan setelah meneirma luka. Rasanya sakit. Kamu mungkin mengira kamu sudah membunuhku, ya kan?"
Dia memindahkan jarinya dan pelan-pelan merunut garis lurus di sekitar pinggangnya. Itu mungkin jalan dari pedang Climb.
"Haa. Haa. Haa. Haa."
Nafasnya pendek dan kacau. Climb bisa merasakan darah yang menguucur dari perut menodai chain shirt dan pakaiannya.
-Dia akan mati.
Climb mati-matian bertahan kepada kesadarannya yang meredup yang terlihat seakan dirobek oleh luka yang luar biasa.
-Kehilangan kesadaran di sini berarti mati.
Namun, jika dia tetap bangun, hanya masalah waktu. Succulent mungkin akan datang untuk menghabisinya sendiri.
Dia bertarung dengan baik, mempertimbangkan bahwa dia melawan orang yang berada pada level petualang dengan peringkat adamantium. Karena berakhir seperti ini, dia tidak ada pilihan selain menyerah pada takdir. Perbedaan kekuatan sangat jelas.
Namun - dia tidak bisa menyerah.
Bagaimana bisa dia menyerah?
Climb menggeretakkan giginya seakan mencoba untuk mengancurkannya.
Dia tidak bisa menerima kematian. Dia tidak bisa membiarkan dirinya mati tanpa perintah Renner.
"Ku, guh! Ugh, urk."
Dengan suara geretakan gigi dan teriakan yang dipaksakan yang lebih mirip seperti erangan, dia memenuhi hatinya dengan kemarahan, hati yang diselimuti oleh luka.
Dia masih belum bisa mati. Dia tidak boleh mati.
Climb memikirkan Renner mati-matian. Hari ini juga, dia ingin kembali ke sisinya-
"Tidak banyak waktu jadi aku harus menghabisimu. Matilah."
Succulent mengarahkan pedangnya ke arah bocah yang mengerang itu.
Itu adalah luka yang fatal; kematiannya hanya masalah waktu. Namun, Succulent memiliki firasat sebaiknya membunuh dia disini untuk memastikannya.
"..Um, tidak bisakah kita membawanya dengan kita?"
"Cocco Doll-san, tolong berhentilah. Ada peluang bagus jika sekutu bocah ini akan ke pintu itu. Dan meskipun jika kita membawanya dengan kita, dia mungkin hanya akan mati sebelum kita sampai di tempat yang aman. Aku mohon menyerah saja."
"Kalau begitu setidaknya, mari kita bawa kepalanya. Aku akan mengirimkannya ke pelacur itu dengan beberapa bunga."
"Ya, ya. Jika hanya segitu boleh saja... huh?!"
Succulent melompat ke belakang.
Bocah itu mengayunkan pedangnya.
Bagi seorang bocah yang hampir mati, tebasan itu sangat tajam dan stabil. Saat Succulent memberinya wajah menghina terhadap perlawanan terakhir dari mangsanya yang menyedihkan, matanya semakin lebar.
Bocah itu bangkit di kakinya dengan menggunakan pedang sebagai penopang.
Itu tidak mungkin.
Succulent, yang telah membunuh banyak orang dan sudah tak bisa dihitung lagi dalam ratusan, sangat yakin jika serangannya dari beberapa saat yang lalu adalah fatal. Itu adalah luka yang tidak bisa membuat dirimu berdiri.
Tapi pemandangan di depan matanya terlalu mudah mengkhianati pengetahuan yang sudah dia bangun dari pengalamannya saat ini.
"Ba-Bagaimana mungkin dia bisa berdiri?"
Succulent merasa berdebar. Dia benar-benar seperti seorang undead.
Dengan air liur yang mengalir ke bawah dari mulutnya, wajah pucat bocah itu hanya bisa diutarakan sebagai seseorang yang telah membuang kemanusiaannya.
"Aku...belum...boleh...mati. Tidak...sebelum... membalas...kebaikan...Renner-sama."
Dalam sekejap, nafasnya berhenti di tenggorokan ketika mata mengerikan bocah itu terarah kepada Succulent. Itu adalah terror. Dia ketakutan oleh bocah yang melakukan hal yang mustahil.
Melihat bagaimana bocah itu sempoyongan di kakinya, Succulent kembali sadar. Apa yang merampasnya adalah rasa malu. Bagi seorang anggota Six Arms yang ketakutan terhadap seseorang yang jauh di bawahnya, dia tidak bisa menerima itu.
"Dasar kau brengsek setengah mayat! Matilah!"
Succulent merangsek maju. Dia sangat yakin jika bocah itu akan mati jika dia menusuknya.
Tapi Succulent terlalu sombong.
Melihat mereka secara keseluruhan, tidak diragukan lagi bahwa ada perbedaan luar biasa antara Climb dan Succulent. Tapi Succulent yang berada dua kelas di dalam ilusionist dan Fencer dan Climb yang hanya berlatih di kelas Warrior, ketika dibandingkan keduanya dari sudut pandang warrior, tidak ada begitu besar perbedaannya. Namun, Climb akan berada di atas Succulent. Satu-satunya alasan Climb lebih lemah dari Succulent adalah karena kehadiran magic. Di dalam situasi dimana dia tidak diperkuat oleh magic, Succulent adalah yang lebih lemah.
Dengan suara membelah udara, pedang terangkat tinggi dan suara benturan metal dengan nada tinggi yang terdengar.
Alasan dia mampu menahan serangan dari atas kepala si bocah adalah karena tubuhnya yang sudah mendekati mati dan gerakannya semakin tumpul.
Keringat dingin mengalir turun dari wajah Succulent. Dia terlalu fokus pada kenyataan bahwa lawannya hampir mati. Pertimbangan sebelumnya ini benar-benar terbuang.
Sebagai seorang Fencer, Succulent yang terlatih pada bagaimana menghindari serangan musuh, telah menggunakan pedangnya untuk mempertahankan diri. Sejauh itulah serangan bocah yang diluar dari batas normal itu terjadi.
-Itu bukan sebuah serangan yang bisa dilakukan oleh manusia yang sudah separuh mendekati ajal.
Pemikiran inilah yang terbersit pada otak Succulent yang gelisah.
Tidak, kecepatan dari pedang si bocah itu semakin cepat daripada sebelum dia terluka.
"Brengsek, ada apa denganmu?!"
Menjadi lebih kuat di tengah pertarungan. Meskipun itu tidak mungkin, Succulent tak pernah melihat sesuatu yang seperti ini di kenyataan.
Namun, rasanya dia telah memiliki sebuah lapisan sesuatu.
"Apa yang terjadi?! Apakah itu adalah item magic? Sebuah martial art?"
Suaranya yang panik terdengar menyedihkan, sangat menyedihkan sehingga sulit dibedakan pihak mana yang memiliki keunggulan.
Apa yang terjadi dengan Climb adalah sederhana.
Berkat latian Sebas, fungsi dari otaknya yang melindungi tubuh menjadi tidak teratur.
Dia telah mengalami kematian ketika latihan Sebas. Kegigihannya untuk bertahan hidup menutupi kematian yang dia hadapi dan seperi sebelumnya, batasan dari otaknya dikeluarkan, memberinya kekuatan manusiasuper yang mirip dengan yang kadang-kadang ditunjukkan pada gambaran kebakaran.
Meskipun dia hanya melihat sebuah pukulan selama latihan, tanpa itu, dia akan mati disini tanpa bisa melakukan apapun.
Succulent menahan pukulan yang kuat dan tiba-tiba terlempar ke belakang dengan jarak yang lebar.
Benturan karena melayang di tanah keluar lewat punggungnya dan menggoncangkan perutnya. Meskipun Chain Shirt Orichalcum menahan benturan itu, dalam sekejap, udara di paru-parunya keluar dan dia tidak bisa bernafas.
Apa yang terjadi? Meskipun Succulent, yang menerima benturan, tidak tahu, jelas sekali bagi Cocco Doll yang sedang mengamati dari samping.
Dia telah menendang Succulent dengan kakinya. Segera setelah tebasan dari atas kepala ditahan, bocah itu langsung mengirimkan sebuah tendangan kepada Succulent.
Tidak mampu memahami apa yang terjadi, Succulent cepat-cepat bangun kembali. Bagi seorang Fencer, menjadi lincah adalah kepercayaan mereka. Berbaring terlentang di tanah adalah hal yang fatal.
"Sialan! Si brengsek ini tidak bersikap seperti prajurit! Tidak kukira kamu bahkan menggunakan kakimu! Kamu harus tetap dengan petunjuk buku teknik berpedang!"
Succulent bergulung di lantai sambil cepat-cepat bangun dengan suara klik di lidahnya, dia mengeluarkan kritikannya.
Itu adalah gaya yang berbeda dari apa yang dilatih oleh prajurit. Itu lebi kotor; rasanya seperti melawan seorang petualang. Itulah kenapa dia tidak bisa menurunkan kewaspadaannya.
Sebuah perasaan gusar mengalir di punggung Succulent.
Pertama, dia mengira dia akan menang dengan mudah, oleh karena itu dia cepat-cepat menghabisi si bocah seperti ini. Namun, sekarang dia bisa merasakan bahwa ketenangannya mulai menghilang.
Succulent menarik nafas dalam saat dia melihat bagaimana si bocah yang dianggap berbahaya pelan-pelan melemah.
Tampangnya terlihat seperti bentrokan-bentrokan sebelumnya telah membakar api dalam hidupnya. Tidak, itu mungkin yang sebenarnya. Seperti bagaimana sebuah lilin terbakar cerah sebelum padam, kekuatan itu sama.
Sekarang, dia akan benar-benar mati meskipun jika Succulent hanya menyentuh Climb.
Succulent merasa sedikit lega dan setelah beberapa saat ragu-ragu, akhirnya didominasi oleh kemarahan.
Dia marah pada kenyataan bahwa sebagai salah satu Six Arms, dia telah mengalami kesusahan dengan seorang prajurit. Juga kepada dirinya yang berpikir itu adalah bahaya. Namun, pertarungan sudah diputuskan. Dia hanya perlu membunuh Climb dan lari.
Namun--
"-Sudah cukup."
Dia hampir tidak tepat waktu.
Climb yang sedang tergeletak di tanah, wajahnya berantakan karena kotoran dan keringat. Sudah melewati titik berubah biru dan benar-benar pucat. Meskipun begitu, dia masih hidup. Tapi tertusuk menembus perut adalah luka yang fatal dan jika dia tidak segera dirawat, dia akan mati dalam hitungan menit.
Brain masuk ke dalam ruangan, tak mampu merasa lega.
Di dalam, ada dua orang pria. Salah satunya terlihat seperti bukan seorang petarung.
"Tidak bisakah kamu membunuh si bocah itu cepat-ceat tanpa memperdulikan pria mencurigakan di sebelah sana?"
"Jika aku melakukan itu pria tersebut akan memperpendek jaraknya dalam sekejap dan menghempaskanku dengan sebuah tebasan. Dia berada di level yang benar-benar berbeda dibandingkan si bocah ini. Aku takkan bisa menang jika tidak berkonsentrasi penuh dan bertarung dengan segala yang kumiliki. Jika aku mengendurkan kewaspadaan sedikitpun atau membiarkan otakku berkelana, aku bisa tamat nanti."
-Kalau begitu yang baru saja menjawabku adalah Succulent.
Begitulah Brain memahami. Jelas sekali bahwa dia mirip dengan ciri-cirinya. Sejujurnya, itulah yang dia pikirkan dulu ketika dia melihatnya dengan sebuah tiruan dan sedang menggenggam belati penuh darah. Tapi dia sudah memastikannya.
Brain melangkah tanpa bicara sepatah katapun dan menghunus pedang dengan setengah hati dengan tebasan dari sarung pedang. Tapi Brain hanya menyerang dengan niat untuk memisahkan musuh dari Climb. Dia melangkah ke arah Climb yang roboh dan menghentikan kakinya di tempat dimana dia bisa melindungi Climb.
"Climb, kamu tidak apa? Apakah kamu memiliki item untuk menyembuhkan luka?"
Dia tidak memiliki banyak waktu dan lalu bicara dengan cepat. Jika tidak ada yang bisa digunakan untuk merawatnya, mereka akan cepat-cepat mencari cara lain.
"Haa, haa, haa, haa. Aku .. punya."
Dia menatap lagi dan melihat jika Climb meletakkan pedangnya dan menggerakkan badannya.
"Ternyata begitu."
Brain membalas dengan perasaan lega yang dalam dan melihat ke arah Succulent dengan tatapan yang menusuk.
"Aku akan jadi lawanmu mulai sekarang. Aku harus balas dendam atas orang ini."
"...Tidak heram kamu terlihat percaya diri. Kamu memiliki sebuah katana, sebuah senjata mahal yang jarang berpindah dari selatan. Aku tak pernah mendengar jika seorang warrior sepertimu ada di Kingdom.. Boleh aku tanya siapa namamu?"
Dia tidak berniat menjawabnya.
Climb ada seseorang yang berbagi tujuan dengannya - temannya. Di dalam situasi dimana seorang rekan mungkin bisa mati, dia tidak memiliki waktu untuk maju mundur dengan pertanyaan dan...
Tiba-tiba, Brain bertanya kepada dirinya.
Apakah ini aku?
Bukankah dia telah membuang segala hal yang tidak meningkatkan kemampuannya dengan pedang? Saat Brain sedikit mengangkat dagunya, dia mengeluarkan tawa lepas.
...Ahh, aku tahu sekarang.
Hatinya, impiannya, tujuannya, jalannya dalam kehidupan, apa yang membuat hidupnya berharga, seluruhnya telah dihancurkan oleh monster itu, Shalltear Bloodfallen. Dan yang menemukan tempat di patahannya adalah Climb. Ketika dia sendiri hancur di bawah nafsu membunuh liar dari figur misterius bernama Sebas, figur dari Climb yang bertahan meskipun lemah memenangkan rasa hormat dan kekaguman Brain. Dia melihat kilauan dari seorang pria yang memiliki apa yang tidak dia miliki.
Sambil berdiri di depan Climb, dia dan Succulent saling menatap satu sama lain. Melihatnya seperti ini, apakah Climb melihat kemilau yang sama yang dilihat Brain dari punggungnya?
Jika dirinya yang dulu melihat situasi ini, dia pasti akan tertawa hingga air mata jatuh dari matanya, berkata bahwa dia telah menjadi lemah.
Dia telah berpikir bahwa seorang warrior akan semakin lemah jika dia harus memikul sesuatu. Dia dulu berpikir bahwa satu-satunya hal yang dibutuhkan oleh seorang warrior adalah ketajaman.
Namun - sekarang dia mengerti.
"Jadi hidup semacam ini juga ada... aku tahu sekarang. Gazef... kelihatannya aku masih tidak setara denganmu."
"Apa kamu tidak mendengarku? Keberatankah kamu kutanya lagi? Siapa namamu?"
"Maaf tentang itu. Aku tidak mengira ada makna apapun jika mengatakan hal ini padamu tapi aku akan menjawabnya... namaku adalah Brain Unglaus."
Mata Succulent terbuka lebar.
"Apa! Kamu!?"
"Oh ya ampun! Yang asli!? Dia bukan tiruan!?"
"Tidak, tak diragukan lagi, Cocco Doll-san. Sebuah senjata mahal menunjukkan nilai dari warrior. Bagi Brain Unglaus yang aku kenal, sebuah katana adalah senjata yang cocok."
Brain tersenyum pahit.
"Kebanyakan orang yang kutemui untuk pertama kali hari ini kelihatannya tahu tentang aku... jika ini adalah masa allu maka aku akan senang tapi aku tidak yakin bagaimana rasanya sekarang."
Senyum Succulent tiba-tiba berubah jadi bersahabat. Brain bingung tapi kebingungannya langsung terangkat.
"Dengar, Unglaus! Bagaimana kalau kita berhenti bertarung? Seseorang sepertimu jauh lebih layak menjadi rekan kami. Bagaimana kalau bergabung dengan kami? Jika itu adalah kamu, aku bisa tahu bahwa hanya dengan sekali lihat kamu sudah cukup kuat untuk menjadi anggota Six Arms. Kamu sama seperti kami. Bukankah kamu mencari kekuatan? Itulah yang dikatakan oleh matamu."
"...Kamu tidak salah."
"Kalau begitu Eight Finger adalah hal yang bagus untukmu. Itu adalah organisasi terhebat bagi mereka yang memiliki kekuatan! Kamu bisa mendapatkan item magic dengan kemampuan yang luar biasa. Lihatlah Orichalcum Shirt ini! Pedang Mythrill ini! Cincin! Sepatu! Mereka semua adalah item magic! Sekarang, Brain Unglaus, jadilah teman kami. Seperti aku, kamu akan menjadi anggota Six Arms."
"...Betapa membosankan. Hanya itu nilai gang mu?"
Sikap dinginnnya yang luar biasa dipenuhi dengan rasa jijik membuat wajah Succulent membeku.
"Apa?"
"Apa kamu tidak mendengarku? Aku bilang bahwa gang milikmu hanya dengan kekuatan segitu bukanlah hal yang spesial."
"Da-Dasar brengsek!.. H-Hmph. Kalau begitu itu artinya kamu tidak sekuat itu!"
"Kamu memang benar. Setelah melihat monster yang benar-benar kuat, seseorang sepertiku bukanlah apapun."
Brain merasa kasihan dengan ktaka yang berada dalam kolam yang kecil yang percaya bahwa dia kuat dan memberinya peringatan yang ramah dan sejujurnya.
"Kekuatan yang kamu katakan itu sama saja. Kita mungkin berbicara mengenai hal yang sama jadi biar kuberi kamu peringatan. Meskipun kita merasa bahwa kita kuat, kita bukanlah apa-apa."
Brain melihat ke bahunya dan memastikan bahwa Climb telah selesai meminum potionnya.
"Dan ada sesuatu yang tidak kamu pahami. Kekuatan demi orang lain lebih hebat daripada kekuatan yang hanya untuk dirimu sendiri."
Brain tersenyum. Itu adalah senyum dengan hati ringan yang ramah.
"Perbedaannya mungkin kecil. Tapi aku masih menyadarinya."
"Aku tidak mengerti ucapan yang kamu katakan.. Sayang sekali, Unglaus. Sayang sekali jika aku harus membunuh swordsman jenius yang setara dengan Stronoff."
"Kamu? Kamu kira dirimu yang hanya memegang pedang untuk dirimu sendiri bisa membunuhku?"
"Tentu saja aku bisa membunuhmu, malahan bisa dengan sangat mudah. Aku akan membunuhmu, dan lalu aku akan membunuh si bocah yang tergeletak di sana. Tidak ada alasan lain bagiku untuk menahan diri dan aku juga tidak akan main-main. Aku akan datang kepadamu dengan segala yang aku miliki."
Sambil menjaga Succulent yang mulai mempersiapkan magicnya pada garis penglihatannya, dia merasakan seseorang di belakangnya yang mulai bergerak dan mengirimkan peringatan.
"Tetaplah disana, Climb. Kamu masih belum sembuh, ya kan?"
Twitch. Gerakan itu berhenti.
Brain tersenyum dan bicara, meskipun merasakan rasa keterkejutan yang sama yang dia rasakan beberapa saat yang lalu di sisi ini sendiri.
"Biar kutangani sisanya sendiri."
"-Aku serahkan padamu."
Daripada membalas, Brain tertawa dan menyarungkan katana miliknya saat dia merendahkan kuda-kudanya. Di waktu yang sama, dia membalik katana, sarungnya dan semunya, jadi yang atas dan bawah menjadi tertukar.
"Hati-hati. Succulent menggunakan ilusi. Hanya karena kamu bisa melihatnya tidak berarti itu nyata."
"Oh, jadi begitu... kelihatannya seperti lawan yang menjengkelkan tapi... itu bukan masalah."
Brain diam-diam melihat Succulent tanpa bergerak. Dia pasti telah menyelesaikan rapalan mantranya, karena banyak bayangannya yang muncul hingga lima. Bukan hanya itu, dia mengenakan jubah yang terlihat seperti terbuat dari bayangan. Dia bahkan tidak mulai menebak mantra macam apa yang dirapalkan.
"Terima kasih sudah memberiku waktu untuk bersiap. Seorang magic caster dengan cukup waktu akan menjadi lebih kuat bahkan dari seorang warrior. Kekalahanmu sudah pasti, Unglaus!"
"Benar, jangan khawatir tentang itu. Itu juga sama halnya denganku. Setelah berkata dengan temanku disini... Aku kira aku tidak akan kalah."
Crunch. Dia mendengar suara Climb, yang sedang tergeletak di lantai, bergerak.
Dia menyesali kenyataan karena dia, mereka memperbolehkan musuh merapal buff. Itulah kenapa Brain membuat pengumuman agar Climb bisa mendengarnya dengan jelas.
"-Satu kali pukulan."
"Apa?!"
"Aku bilang bahwa aku akan mengakhiri ini dalam satu pukulan, Succulent."
"Coba saja jika kamu bisa!"
Succulent berlari ke arah Brain dengan bayangan-bayangannya.
Saat dia memasuki jangkauan dari katananya, Brain memutar tubuhnya agar ketenangan dan punggungnya yang tidak terjaga bisa dilihat oleh Succulent yang maju menyerang. Dan - tebasan dengan kecepatan dewa melayang ke ruang kosong, tepat di sebelah Climb.
Smack.
Suara itu terdengar keras dan dinding-dinding bergetar.
Baik Cocco Doll dan Climb melihat ke arah tempat di mana suara itu datang.
Disana, tubuh Succulent tergeletak di lantai dan tidak bergeming. Sebuah pedang menggelinding di lantai di dekatnya.
Tebasan Iai dari Brain telah melemparkan tubuh Succulent ke belakang dan akhirnya menabrak dinding dengan kecepatan yang luar biasa. Jika dia tidak menggunakan punggung pedangnya, meskipun dengan kaos berantai yang terbuat dari orichalcum, tubuh Succulent pasti akan terbelah menjadi dua. Sebanyak itulah kekuatan dibalik serangan itu.
TL Note : Tebasan Iai teknik menebas yang terkenal dari Jepang dengan cara menghunus pedang dari sarung lalu diteruskan hingga menebas musuh. Lebih dikenal dengan Iaido.
"...'Field' milikku bisa mendeteksi kehadiranmu meskipun aku tidak bisa melihat dengan mataku sendiri. Tidak kukira kamu akan menggunakan ilusi yang berhubungan dengan pendengaran untuk mencoba membuat fokus perhatianku ke depan agar kamu bisa menyerang dari belakang... Itu adalah trik yang hebat, tapi sayangnya lawanmu adalah aku. Dan mengarahkan pedangmu ke arah Climb adalah hal yang bodoh. Kamu mungkin berencana untuk membunuhnya dan sesumbar tentang bagaimana kamu tidak bisa melindunginya atau apalah, tapi kamu terlalu banyak memfokuskan perhatianmu untuk menyerang Climb yang berada di lantai. Apakah kamu lupa siapa yang kamu hadapi?"
Brain menyarungkan pedangnya dan tersenyum ke arah Climb.
"Lihat, satu kali pukulan, ya kan?"
"Itu menakjubkan!"
Suaranya bertumpang tindih dengan suara lain yang juga berkata "Itu memang menakjubkan". Keduanya terkejut. Suara yang mereka dengar adalah milik Sebas, tapi itu sendiri bukan hal yang mengejutkan. Apa yang mengejutkan bagi mereka adalah arah dari suara itu.
Kedunya mengarahkan mata mereka ke arah Cocco Doll.
Disana, mereka melihat Sebas. Cocco Doll roboh di dekatnya.
"Kapan anda tiba?"
Sebas dengan tenang membalas pertanyaan Brain.
"Saya baru saja tiba. Kelihatannya perhatian semua orang terfokus pada Succulent dan tidak menyadariku."
"Te-ternyata begitu."
Meskipun saat dia menjawab, Brain tidak mengira itu mungkin.
Tapi aku masih mengaktifkan 'Field' milikku. Jaraknya memang dekat tapi seharusnya masih bisa menangkap siapapun yang berlari dalam garis lurus. Dan aku masih tidak bisa merasakannya...? Satu-satunya yang mampu bergerak seperti itu hingga sekarang adalah monster itu, Shalltear Bloodfallen. Aku sudah memikirkan hal ini ketika aku terkena nafsu membunuhnya, tapi apakah dia berada dalam level yang sama dengan monster itu? Siapa dia sebenarnya?
"Bagaimanapun juga, aku telah menyelamatkan siapapun yang ditawan. Dan aku harus minta maaf kepada Climb-kun, beberapa penjaga melawan balik dengan ganas sehingga aku tidak ada pilihan selain membunuh mereka. Maafkan aku.. atau begitulah. Kelihatannya sebelum aku minta maaf, sebaiknya aku merawat lukamu."
Sebas berjalan ke samping Climb dan menyentuh perutnya dengan tangan. Dia dalam sekejap menekankan tangannya ke perut tanpa terlalu berat dan langsung menariknya. Tapi efeknya dramatis. Wajah Climb yang pucat setelah meminum potion langsung mendapatkan coraknya yang sehat.
"Perutku sembuh...! Apakah anda seorang priest?"
"Bukan, aku tidak menggunakan kekuatan Tuhan, tapi lebih mencurahkan Ki milikku untuk merawatmu."
"Jadi anda adalah seorang monk! Tidak heran, akhirnya aku mengerti."
Brain menganggukkan kepalanya, sekarang dia mengerti mengapa dia tidak memiliki senjata atau armor satupun. Sebas menunjukkan senyum tanda setuju.
"Kalau begitu apa yang akan kalian berdua lakukan mulai sekarang?"
"Pertama, aku berencana untuk lari ke kantor penjaga untuk menjelaskan apa yang terjadi di sini dan membawa beberapa prajurit kembali kemari. Sementara itu, aku ingin meminta Sebas-sama dan Brain-sama untuk berjaga di sini. Bagaimanapun, Eight Finger mungkin akan mengirimkan bala bantuan."
"...Aku sudah naik perahu ini, aku akan menaikinya hingga akhir."
"Aku tidak keberatan juga. Namun, bisakah kamu tidak menyebutkan aku tentang masalah ini dan menjadikannya rahasia? Aku hanya datang ke negara ini untuk berbisnis dan tidak ingin melibatkan diri lebih jauh dengan kegelapan di tanah asing."
"Aku tidak perduli kamu sebutkan atau tidak, Climb. Yah, ketahuilah jika yang menjadi jaminanku sekarang adalah Stronoff jadi aku akan serahkan ini padamu."
"Ternyata begitu. Aku mengerti. Kalau begitu kepada kalian berdua, saya minta maaf tapi tolong berikan sedikit waktu."
sankyu overlord vol.5 bab 5 bag. 2
BalasHapusMantap min
BalasHapus