Extinguished, soaring sparks of Fire -
Padam, percikan api yang membumbung tinggi
Part 1
Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 12:07
"Toko tersebut lewat pintu ini dan menurut assassin itu; ada pintu masuk lain di gedung itu."
Berdiri di depan pintu masuk dari rumah bordil tersebut, di depan pintu dimana Tsuare dibuang, Sebas menunjuk sebuah gedung dengan beberapa pintu. Meskipun baik Brain dan Climb ada di sana ketika mengekstrak informasi, mereka sebenarnya tak pernah masuk ke rumah bordil dan dengan patuh menerima penjelasan Sebas.
"Itu yang aku dengar juga. Mereka bilang pintu itu digunakan untuk pintu keluar darurat dan selalu ada setidaknya dua orang menjaganya. Jika begitu kurasa akan lebih baik bagi kita untuk berpisah menjadi dua kelompok. Mempertimbangkan kekuatan tempur kita, bagaimana kalau membiarkan Sebas-sama mengambil pintu utama sendiri sementara Climb dan Saya akan menyerang dari samping?"
"Meskipun aku tidak keberatan, bagiamana pendapat Climb-kun mengentai hal ini?"
"Aku juga tidak keberatan. Tapi Unglaus-sama, ketika kita sudah masuk ke dalam, lalu apa? Apakah kita akan melakukan pencarian bersama-sama?"
"Tolong panggil aku Brain, begitu juga dengan Sebas-sama. Bagaimanapun.... kita seharusnya tetap bersama-sama untuk amannya, seharusnya ada jalan rahasia yang bahkan tidak diketahui oleh assassin itu. Kurasa kita harus segera mencarinya sementara Sebas-sama mengalihkan perhatian musuh dengan terang-terangan."
Seakan mengingat sesuatu, Brain menggumamkan bagaimana pada umumnya di sana ada sebuah jalan yang hanya diketahui oleh pimpinannya.
"Kalau begitu bagaimana kalau kita berpisah ketika sudah ada di dalam?"
"...Selamat kita sudah bersiap terhadap bahaya-bahayanya, kita harus bertindak dan berharap yang terbaik."
Dari ucapan Brain, Sebas dan Climb menganggukkan kepala mereka.
"Kalau begitu karena anda lebih kuat dari saya, bisakah aku serahkan pencarian di dalam kepada anda, Unglau- Brain-sama?"
"Aku rasa itu yang paling baik. Aku akan serahkan kepada Climb-kun pengamanan pintu keluar di sebelah sana."
Tak usah dikatakan, mencari di bagian dalam membawa resiko tinggi bertemu dengan musuh. Karena Bain jauh lebih kuat dari Climb, tugas itu jatuh kepadanya.
"Maka ini akan menjadi konfirmasi akhir kita."
Meskipun mereka melakukan diskusi umum sebelum tiba di rumah bordil, karena mereka belum melihat lokasi yang sebenarnya, ada bagian yang masih belum pasti. Sekarang, semuanya sudah diputuskan dan tak ada yang keberatan dengan rencana Sebas.
Sebas meletakkan sebuah kaki ke depan dan mendekati pintu logam yang tebal. Pintu tersebut pikir Climb tidak akan bisa dibuka apapun yang dia lakukan, ketika dibandingkan dari sisi ke sisi dengan Sebas, terlihat seperti kertas yang tipis.
Bagian depan adalah dimana pertahanan yang biasanya paling tinggi. Meskipun mereka akan menyerang tempat seperti itu, itu bukan masalah. Brain Unglaus, yang bertarung setara dengan Gazef Stronoff, yang paling kuat di negara tetangga, orang seperti itu berkata bahwa 'mereka berdua bersama-sama tidak akan bisa menang'. Makhluk yang hanya bisa dideskripsikan berada dalam tingkatan yang berbeda sekarang sedang melangkah ke depan.
"Kalau begitu kalian segera pergi. Menurut asssassin itu, empat ketukan di pintu depan seharusnya adalah sinyal untuk menunjukkan bahwa kamu adalah sekutu. Aku kira kamu tidak lupa tapi untuk jaga-jaga saja."
"Terima kasih."
Dia tidak lupa, tapi bagaimanapun juga, Climb berterima kasih kepada Sebas.
"Dan jika mungkin, aku akan mencoba menangkap mereka hidup-hidup. Tapi jika mereka melawan, aku akan membunuh mereka tanpa ampun. Aku anggap itu bukan masalah?"
Baik Climb dan Brain merasakan getaran di tulang belakang saat Sebas bicara dengan senyum yang lembut.
Dia tidak salah, itu adalah balasan yang sangat jelas. Dua orang itu tahu bahwa jika mereka sendiri berada dalam situasi yang sama, mereka pasti akan memilih hal yang sama. Alasan mereka merasa ketakutan dan merasakan hawa dingin di tulang belakang mereka adalah karean wajah Sebas yag terlihat seakan dia memiliki persona lain.
Pria lembut yang baik dan warrior yang berkepala dingin, kebaikan ekstrim dan tanpa ampun berada dalam satu tubuh. Mereka merasakan sebuah firasat; jika Sebas masuk ke dalam sekarang, semua yang ada di dalam akan mati.
Climb dengan gugup berbicara kepada Sebas.
"Jika untuk menghindari pertumpahan darah sebanyak mungkin, maka itu tidak ditahan lagi. Lagipula, kita kalah jumlah. Tapi jika anda melihat seseorang yang terlihat seperti anggota dengan peringakt tinggi, bisakah anda menangkapnya hidup-hidup? Menginterogasi orang itu terbukti lebih menguntungkan di masa depan."
"Aku bukan pembunuh, Climb-kun. Tenang saja, aku tidak datang kemari hanya untuk membantai mereka dengan sengaja."
Climb merasa lega dengan senyumnya yang lembut.
"Aku minta maaf. Maka aku serahkan diriku padamu."
----
"Kalau begitu, biarkan aku menghancurkan tempat ini dengan cepat dan mengulur sedikit waktu."
Jika Sebas menghancurkan rumah bordil ini, seharusnya bisa menghentikan pertarungan mereka dengannya, meskipun hanya sementara. Jika dia cukup beruntung menemukan surat-surat rahasia dan semacamnya, mereka harus terfokus pada bagaimana membalas dan mungkin akan lupa sama sekali dengan Tsuare.
Dalam kasus yang terburuk, meskipun jika hasilnya hanya untuk mengulur waktu, bisa memberikan peluang baginya untuk membiarkan Tsuare kabur. dia mungkin bisa mencari cara yang lebih baik.
"Setelah aku ingat, ada seorang pedangan di E-Rantel yang bicara dengan kami secara ramah. Mungkin aku bisa meminta bantuannya."
Meskipun jika otak Tsuare sembuh total, dia akan lebih senang jika dia bisa mendukung seseorang yang bisa dia percayai.
Sebas berputar dan melihat ke arah pintu yang tebal itu lagi. dia menyentuhnya sambil mengingat pemandangan Tsuare yang dilemapar. Pintu itu mengesankan, dengan besi yang ditempel ke dalam kayu. Hanya dengan sekali tatap bisa tahu akan sulit bagi manusia menghancurkannya tanpa alat.
"Aku khawatir dengan Climb..."
Dia tidak khawatir dengan pria yang bernama Brain Unglaus. Meskipun jika dia menghadapi Succulent, peluangnya menang cukup tinggi. Tapi Climb berbeda. Dia tidak akan bisa menang melawannya.
Climb adalah orang yang sukarela mengambil bagian dalam penyerbuan ini - melihat bagaimana dia menawarkan bantuannya, Climb kelihatannya memang siap. Namun, kehilangan nyawa seorang pemudah yang mencoba untuk membantunya akan membuat dia menyesal, terutama jika itu adalah nyawa dari orang yang sangat baik.
"Aku harap bocah itu memiliki usia panjang..."
Ucapannya sangat cocok diucapkan kepada mereka yang telah hidup lama. Tentu saja, Sebas diciptakan sebagai seorang pak tua mempertimbngkan waktu dari ketika dia lahir hingga sekarang, dia lebih mudah dari Climb.
"Setidaknya, akan sangat baik jika akulah yang menghalahkan Succulent. Aku hanya berharap Climb-kun tidak akan menghadapinya."
Sebas berdoa kepada 41 Supreme Being untuk keamanan Climb.
Jika Succulent adalah yang terkuat di fasilitas ini, maka kelihatannya Sebas akan menjadi orang yang menghadapinya. Namun, jika dia bekerja sebagai bodyguard seseorang, ada juga kemungkinan bahwa dia akan kabur sambil melindunginya. Dengan hati yang khawatir, Sebas menggenggam pegangan pintu dan memutarnya.
Dia hanya bisa memutarnya separuh. Mempertimbangkan bisnis macam apa yang mereka lakukan, jelas pintu itu akan dikunci.
"Aku tidak mahir dalam mengakali kuncinya..tidak ada pilihan kalau begitu. Aku akan mencoba untuk membuka kuncinya dengan caraku sendiri."
Sebas bergumam jengkel dan merendahkan tubuhnya. Dia menarik lengan kanannya bersamaan saat dia menahan lengan kiri di depannya. Itu adalah kuda-kuda yang sangat bagus, sekokoh pohon tua ribuan tahun yang akarnya sangat jauh menancap.
"Hm!"
Apa yang terjadi selanjutnya adalah hal yang tidak mungkin.
Lengannya menjadi masuk ke tepian pintu baja, ke arah engselnya. Tidak, tidak berhenti sampai disana. Lengannya terus masuk jauh ke dalam.
Dengan sebuah deritan, engsel itu berpisah dari dindingnya.
Sebas dengan udah membuka pintu yang telah kehilangan perlawanannya.
"Apa..?"
Segera setelah dia melangkah masuk, ada sebuah lorong dan seorang pria besar dengan rambut berduri yang berdiri di depan pintu yang terbuka setengah. Mata dan mulutnya terbuka lebar saat dia membuat ekspresi yang melongo.
"Pintu itu sedikit berkarat jadi aku memaksanya terbuka dengan sedikit kekuatanku. Kalina seharusnya menjaga pintu itu tetap diberi oli."
Sebas bicara kepada pria itu dan menutup pintunya. Tidak, mungkin akan lebih baik dikatakan bahwa dia menyandarkannya saja.
Saat pria itu terbengong, Sebas berjalan ke dalam lebih jauh tanpa halangan.
"-Hey, ada apa?"
"Suara berisik apa itu?!"
Suara pria lain bisa di dengar di belakang pria tersebut.
Namun, berhadapan langsung dengan Sebas dan bahkan tak mampu bereaksi dengan suara mereka, pria itu bicara.
"...Se..Se..Selamat datang?"
Pria itu menjadi bingung dan hanya bisa menatap Sebas dengan tatapan kosong saat Sebas berjalan di depan wajahnya. Biasanya seseorang yang bekerja di tempat seperti ini akan terbiasa dengan kekerasan. Namun, pemandangan yang baru saja dia lihat sejauh ini jauh dari hal yang wajah yang biasa dia saksikan hingga saat ini.
Mengabaikan pertanyaan dari sekutunya di belakang, pria itu memberi Sebas senyuman pujian. Itu karena naluri bertahan hidupnya berkata kepadanya bahwa itu adalah tindakan terbaik. Dia bisa juga mati-matian berbohong kepada dirinya sendiri bahwa pria ini adalah seorang kepala pelayan yang melayani salah satu pelanggan mereka. Pria dengan janggutnya yang tebal, pipinya berkedut saat dia mencoba sebaik mungkin untuk menunjukkan senyuman ramah, penampilan seperti itu benar-benar tidak enak dilihat.
Sebas juga tersenyum; lembut dan ramah. Namun, tidak ada kebaikan yang ditemukan dalam matanya. Mata-mata itu mengeluarkan kilauan ganas yang bisa menjebak orang, seperti pedang yang tajam.
"Bisakah kalian minggir?"
Sebuah suara 'thud', bukan, lebih seperti 'splat'. Sebuah suara menyakitkan terdengar.
Pria dewasa yang terlihat kasar mengenakan perlengkapan yang dengan mudah memiliki berat lebih dari 85 Kg. Seorang pria seperti itu berputar di udara seperti sebuah candaan dan dilemparkan ke samping dengan kecepatan yang terlalu cepat untuk ditangkap oleh mata. Seperti itu, tubuh dari pria tersebut menabrak dinding dengan suara benturan yang keras.
Rumah itu gemetar seakan ditabrak oleh tinju sebuah raksasa.
"...Oh tidak, jika aku membunuhnya agak dalam maka dia akan menjadi pagar psikologi yang bagus... Ya, kelihatannya masih tersisa banyak jadi aku akan lebih hati-hati mulai sekarang."
Sebas berkata kepada dirinya sendiri bahwa dia seharusnya menahan kekuatannya sedikit saat dia meninggalkan mayat itu ke samping sini dan bergerak ke arah yang lebih dalam.
Sebas membuka pintu dengan lebar dan melangkah ke dalam ruangan. Dengan gerakan yang anggun, dia melihat sekelilingnya. Daripada disebut sebagai seseorang yang menyerang markas musuh, dia mengeluarkan udara dari seseorang yang sedang jalan-jalan di sekitar rumah yang sudah ditinggalkan.
Ada dua orang pria.
Mereka sedang menatap tercengang ke arah bunga merah tua pada dinding di belakang Sebas.
Ruangan itu dipenuhi dengan bau alkohol murah seperti yang takkan pernah ditemui di Nazarick. Bercampur dengan bau darah dan menggantung memberikan aroma aneh yang membuat perut ingin muntah.
Sebas mengumpulkan informasi yang dia dengar dari Tsuare dan assassin dan mencoba untuk memetakan struktur bagian dalam dari bangunan ini di kepalanya. Meskipun inagatan Tsuare dipenuhi lubang dan hanya sedikit yang bisa ditawarkan, dia memang mendengar bahwa toko yang sebenarnya terletak di bawah tanah. Assassin tak pernah ke bawah sana dan tidak banyak membantu mulai dari sini.
Meskipun Sebas mengamati lantai, dia tidak bisa menemukan tangga karena disembunyikan dengan baik.
Jika dia tidak bisa menemukannya sendiri, maka dia hanya cukup bertanya kepada seseorang yang tahu.
"Maaf, saya punya pertanyaan yang ingin kutanyakan padamu."
"Guaaahhh!"
Sesaat setelah dia bicara dengan mereka, salah satu pria itu mengeluarkan teriakan dengan nada tinggi. Kelihatannya sekarang, pemikiran untuk bertarung sendiri telah hilang dari pikirannya. Sebas merasa lega. Dia tidak bisa mengendalikan kekuatannya dengan baik jika dia memikirkan tentang Tsuare dan tinjunya akan jadi membunuh mereka dengan sekejap.
Jika mereka menyerah tanpa melawan, dia baru bisa berhenti setelah mematahkan kaki-kaki mereka. Pria-pria itu gemetar ketakutan menempelkan punggung mereka ke dinding, semuanya untuk mencoba menjauh sejauh mungkin dari Sebas. Sebas melihat mereka tanpa emosi dan mulutnya terpisah menjadi senyuman.
"Hiiii!"
Mereka semakin ketakutan dan bau amonia menyebar ke sekitar.
Sebas berpikir bahwa dia mungkin terlalu jauh dalam menakuti mereka dan mengerutkan dahinya.
Salah satu pria itu matanya tergulung dan pingsan. Tekanan yang ekstrim telah membuatnya melepaskan kesadarannya sendiri. Pria lain melihat rekannya dengan ekspresi iri.
"Haa.. seperti yang kubilang, aku ingin menanyakan sesuatu. Aku ada urusan di bawah. Bisakah kamu beritahu bagaimana aku bisa menemukan jalannya?"
"..I-Itu."
Sebas melihat cahaya ketakutan di mata pria itu saat dia mempertimbangkan berkhianat. Meskipun para assassin juga sama, kelihatannya pria ini takut terhadap pembersihan yang dilakukan organisasi pula. Mengingat bagaimana pria yang kabu dengan uang yang dia terima dan bagaimana dia bersikap, Terkena pembersihan mungkin berarti kematian.
Karena kelihatannya dia tidak ingin bicara tanpa diberi pelajaran, Sebas mengatakan kalimat yang bisa memutuskan keraguan pria itu.
"Kelihatannya ada dua mulut di sini. Tidak perduli bagiku apakah kamu yang bicara."
Pria tersebut mulai berkeringat banyak dari dahinya dan tubuhnya gemetar.
"Se-se-se-sebelah sana! Disana, itulah tempat pintu rahasianya!"
"Memang benar."
Melihat ke arah yang dia tunjukkan , memang kelihatannya lapisan itu lantai itu berbeda.
"Ternyata begitu, terima kasih. Maka kalian sudah melakukan bagian kalian."
Saat Sebas tersenyum, pria itu mengerti maksud dibalik kalimatnya dan gemetar, wajahnya menjadi pucat. Meskipun begitu, dia bergantung kepada sebuah cahaya kecil haraan dan bicara.
"A-Aku mohon padamu, to-tolong jangan bunuh aku!"
"Aku menolak."
Balasan langsung membuat ruangan itu membeku dalam keheningan. Mata pria itu menjadi bundar, ekspresi dari orang yang mencoba untuk menolak apa yang tidak ingin dia percayai.
"Tapi, aku sudah bilang padamu! Hey, aku akan melakukan apapun, jadi biarkan aku hidup!"
"Itu benar, tapi..."
Sebas menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.
"Aku menolaknya."
"Anda.. Anda bercanda, ya kan?"
"Jika kamu ingin percaya seperti itu. Hanya ada satu hasil dari hal ini."
"...Aku mohon.. dewa."
Sebas teringat ketika dia mengambil Tsuare dan sedikit memicingkan matanya.
Atas hak apa pria dengan pekerjaan semacam ini meminta sesuatu kepada dewa? Dan bagi Sebas, 41 Supreme Being adalah dewa-dewanya. Rasanya seakan jika mereka baru saja menghina mereka.
"Ini yang layak kamu terima."
Dari suara yang seperti bajak menolak apapun, pria tersebut kelihatannya menyadari bahwa dia akan mati.
Apakah dia akan lari, atau melawan? Saat ketika pilihan itu diletakkan di depan matanya, tanpa ragu lagi, pria itu memilih - untuk kabur.
Meskipun jika dia harus melawan Sebas, hasilnya sudah jelas. Malahan, tak perduli sekecil apapun, dia memiliki peluang selamat yang lebih baik jika dia lari. Pemikiran di balik keputusannya memang benar.
karena untuk beberapa detik, tidak, bahkan hanya beberapa sepersepuluh detik, nyawanya bisa lebih panjang.
Setelah dengan sekejap menangkap pria yang sedang berusaha menghancurkan pintu, Sebas dengan entengnya memutar tubuhnya. Tiupan angin melewati kepala pria tersebut dan dia roboh seperti benangnya telah putus. Sebuah obyek bulat menabrak dinding dengan sebuah suara thud dan menggelinding ke lantai, meninggalkan jejak darah.
Sesaat kemudian, darah muncrat dari leher tanpa kepala pria tersebut dan menyebar ke lantai.
Itu benar-benar teknik yang luar biasa. Menerbangkan sebuah kepala dengan roundhouse kick (tendangan putar), meskipun tendangan itu memiliki kecepatan dan kekuatan untuk membuat suatu hal semacam itu jadi mungkin, bagian yang paling menakutkan adalah bahwa tidak ada satu tetespun noda ditemukan di sepatu yang melindungi kaki Sebas.
Dengan suara langkah kakinya, Sebas berjalan ke arah pria yang telah pingsan dengan mata memutar ke belakang dan menurunkan kakinya. Dengan suara seperti pohon tua yang patah, tubuh pria itu mengejang. Setelah beberapa kejang-kejang, dia tidak lagi bergerak.
".. Bukankah itu adalah bukti yang jelas apa yang akan terjadi pada kalian dari apapun yang telah kalian lakukan sejauh ini? Tapi tenanglah, setidaknya, kalian telah menebus dosa itu dengan tubuh kalian."
Sebas mengambil mayat mereka.
Dia menjejerkan area sekitar tangga dengan tubuh yang hancur sama sekali. Bahkan mereka terlihat sangat mengerikan; itu akan membuat rasa takut dan ragu-ragu pada siapapun yang mencoba untuk kabur. Itu adalah sebuah metode yang Sebas pikirkan jika dia tidak bisa menghancurkan titik masuknya.
Setelah memindahkan mayat-mayat itu, Sebas melangkahkan kakinya ke pintu masuk rahasia bawah tanah.
Pertama adalah suara bagian mekanik yang hancur. Lalu, sebuah lubang besar terbuka di lantai. Penutup lantai yang hancur jatuh dengan keras melalui tangga.
"Aha... Jika aku menhancurkan tangga ini, maka akan sulit bagi mereka untuk kabur dengan cara ini."
---
Ruangan itu tidak begitu luas.
Bagian dalam yang sunyi itu ada lemari untuk menyimpan pakaian dan sebuah tempat tidur, tak ada yang lainnya.
Tempat tidur tersebut bukan tipe yang buruk yang hanya ada sprei di atasnya. Namun, itu adalah sebuah kasur yang dipenuhi kapas, sebuah kemewahan yang digunakan oleh para bangsawan. Namun, seakan mereka terfokus pada fungsionalitasnya saja, desainnya sangat datar dan hiasan-hiasannya kurang bervariasi.
Dan dia atas tempat tidur itu ada seorang pria yang sedang telanjang.
Dia melihat kelihatannya memiliki usia yang lebih dari paruh baya. Karena kehidupan yang bebas, tubuhnya gemuk dan tidak menarik.
Meskipun tampangnya bisa lulus sebagai hampir rata-rata, gumpalan di wajahnya mengurangi poin pada dirinya dengan cepat. Melihat ke arahnya, siapapun akan berpikir bahwa pria ini seperti babi. Babi-babi adalah binatang yang pintar dan menawan dan menyukai hal-hal yang bersih. Namun, dalam kasus ini, babi itu bodoh dan hina, digunakan sebagai cacian.
Namanya adalah Stafan Hevish.
Dia menurunkan tinjunya yang terangkat - ke arah kasur. Suara benturan daging terdengar.
Sebuah tampang gembira muncul di wajah lembek Stafan. Itu karena sensasi menggilas daging disalurkan ke tangannya dan dia merasa getara kenikmatan yang naik ke tulang belakangnya. Tubuhnya lalu gemetar.
"Ohhhh...."
Saat dia pelan-pelan mengangkat tangannya, ada darah yang lengket di sana.
Stafan sedang berbaring di atas wanita yang sedang telanjang.
Wajah wanita itu bengkak-bengkak dan kulitnya berwarna titik-titik merah karena pendarahan dalam. Darah yang mengalir dari hidungnya yang hancur membuat wajahnya kusut. Baik bibir dan matanya juga bengkak dan wajahnya yang pernah menarik sudat tak terlihat lagi. Tempat tidur itu menjadi berubah warna, darah yang menyebar menodai kain spreinya.
Tangan yang diangkat ke udara untuk mencoba melindungi wajah gadis itu sekarang tergeletak di tempat tidur. Gambaran dari rambut wanita itu yang tersebar di atas kain membuatnya terlihat seakan dia sedang mengambang di air.
"Hey, apa, sudah selesai? Ahn?"
Wanita itu sudah tidak sadar lagi.
Stafan mengangkat tangannya dan membantingnya ke bawah.
Smack. Tinju dan pipi, bersama dengan tulang pipi yang ada di dalam, luka dari benturan itu juga mengalir ke tangan Stafan.
"Che, sakit juga!"
Dalam amarahnya, dia menghujam lagi.
Tempat tidur itu berderit berbarengan dengan suara pukulan. Kulit wanita yang bengkak itu seperti bola yang terbelah dan tangannya telah ditutupi oleh darah. Darah yang segar dan lengket tersebar ke atas sprei tempat tidur dan menodai mereka dengan warna merah.
".....Uuu."
Meskipun dia dihajar, wanita itu tidak lagi bergerak dan tubuhnya hampir tidak menunjukkan reaksi apapun.
Jika ini gebukan ini berulang terus, nyawa gadis itu akan berada dalam bahaya. Meskipun begitu, alasan dia masih hidup bukan karena Stafan mengendalikan kekuatannya. Itu karena benturannya diserap oleh kasur. Jika dia dihajar di lantai yang keras, wanit itu pasti sudah mati.
Stafan tidak menahan kekuatannya bukan karena dia tahu ini, tapi karena tidak ada masalah apapun meskipun jika wanita ini mati. Jika dia hanya membayar biaya untuk menyingkirkannya, maka semuanya akan beres.
Pada kenyataannya, Stafan telah membunuh banyak wanita di toko ini.
Karena dia harus membayar biaya pembuangannya dulu, membuat kantong uangnya semakin ringan, mungkin dia secara tidak sadar menahan kekuatan dari lengannya.
Stafan menjilati bibirnya saat dia menatap wajah wanita yang sudah tidak bergerak itu.
Rumah bordil ini adalah tempat terbaik untuk memenuhi fetish tertentu. Suatu hal seperti ini takkan pernah diperbolehkan di rumah bordil biasa. Tidak, meskipun itu diperbolehkan, Stafan tidak tahu tempat semacam itu.
Dia senang dengan hari-hari dimana ketika masih ada budak-budak.
Budak-budak dianggap sebagai properti dan mereka yang menyalahgunakannya memiliki tendensi mengundang cercaan. Itu adalah alasan yang sama atas dengan orang-orang yang mengerutkan dahi terhadap siapapun yang menyia-nyiakan harta mereka. Tapi bagi seseorang seperti Stafan, yang memiliki fetish tertentu, para budak adalah yang paling mudah dan hanya satu-satunya jalan baginya untuk memuaskan nafsunya. Sekarang setelah mereka diambil darinya, Stafan tidak ada pilihan lain selain mencurahkan nafsunya ke tempat seperti ini. Apa yang akan dia lakukan jika dia tidak tahu tempat seperti ini?
Tidak diragukan lagi, dia tidak akan bisa menahannya. Dia pasti akan melakukan kejahatan dan ditahan.
Dan siapapun yang memperkenalkan rumah bordil ini kepada Stafan - meskipun dia harus membuat persetujuan di belakang dan menggunakan pengaruh legal dirinya untuk keuntungan mereka - dia benar-benar berterima kasih kepada tuannya, bangsawan yang dia layani.
"Terima kasih- tuan."
Sebuah emosi yang cukup kuat muncul di mata Stafan. Meskipun sulit dipercaya mempertimbangkan kebiasaan dan kepribadiannya, setidaknya, dia merasa berterima kasih sangat dalam terhadap tuannya.
Hanya saja-
Api muncul dari dalam perutnya - sebuah kemarahan.
Itu adalah emosi miliknya terhadap gadis yang menjadi satu-satunya alasan mengapa dia kehilangan budaknya, jalan keluar dari nafsunya.
"-Dasar pelacur itu!"
Wajahnya merah karena marah, matanya menjadi merah.
Wajah dari bangsawan yang harus dia layani - sang putri, bertumpuk dengan wajah dari wanita yang dia naiki. Stafan mengumpulkan kemarahan yang berkumpul di dalam dirinya dan di dalam tinjunya dan meluncurkannya ke bawah.
Dengan sebuah suara pukulan, darah segar berhamburan sekali lagi.
"Betapa, menyegarkan, rasanya, jika, mengacak-acak, wajahnya!"
Lagi dan lagi, dia menghajar wajah wanita itu.
Di dalam mulutnya pasti sudah terbuka sobek oleh giginya. Jumlah darah yang besar dan membahayakan mengalir keluar di antara bibir-bibirnya yang lebam.
Reaksi wanita itu sekarang hanya mengejang setiap kali dia dipukul.
"-Haa, haa."
Setelah beberapa kali pukulan, bahu Stafan terangkat dan baik dahi dan tubuhnya basah oleh keringat yang licin.
Stafan melihat ke bawah ke arah wanita di bawahnya. Penampilannya sekarang sudah jauh dari kata mengerikan. Dia sudah separuh mati, tidak; tubuhnya sudah beberapa langkah dari jurang kematian. Dia benar-benar seperti sebuah boneka yang terputus talinya.
Gulp. Suara tenggorokan Stafan terdengar.
Tak ada yang membuatnya lebih gembira selain melakukannya dengan wanita yang sudah babak belur. Terutama jika mereka dulunya cantik, semakin cantik mereka semakin baik. Tidak ada yang bisa memuaskan rasa sadisnya selain ketika dia menghancurkan sesuatu yang cantik.
"Seenak apa rasanya jika aku bisa menghajar gadis itu seperti ini?"
Stafan teringat dengan nona dari kediaman yang dikunjunginya tadi. dia teringat dengan wajah arogan dari wanita yang kecantikannya setara dengan putri dari negeri ini, orang yang dipuji sebagai yang paling cantik.
Tentu saja, Stafan tahu bahwa dia tidak bisa melakukan apapun kepada wanita sepertinya. Yang bisa menangani dahaga miliknya setiap hari adalah sisa-sisa harian dari rumah bordil ini sebelum mereka dibuang.
Seorang wanita cantik sepertinya akan dibeli oleh bangsawan kuat dengan jumlah uang yang besar dan memenjarakannya di tempat mereka agar tidak bisa membuka perdagangan terlarang mereka.
"Sekali saja, jika aku bisa menghajar wanita seperti itu - menghajarnya hingga tewas."
Jika sesuatu semacam itu bisa dilakukan, betapa nikmat dan puasnya nanti?
Tak usah dikatakan, itu adalah mimpi yang mustahil.
Stafan meliha ke arah wanita yang terbaring di bawahnya. Dadanya yang tak tertutup sedikit bergerak naik dan turun. Memastikan hal ini, bibirnya menjadi hancur tak beraturan.
Stafan menggenggam dada wanita itu, membuatnya jadi sangat berubah bentuknya di tangan.
Wanita itu menunjukkan reaksi yang benar-benar nol. Dia tidak lagi bisa bereaksi terhadap luka level ini. Saat ini, satu-satunya perbedaan antara wanita di bawahan Stafan dan boneka manekin adalah bawah dia masih lunak.
Hanya saja Stafan merasakan ketidakpuasan kecil terhadap kurangnya perlawanan darinya.
Tolong jangan bunuh saya.
Tolong maafkan saya.
Maafkan saya.
Tolong hentikan.
Teriakan wanita itu terbangun di otak Stafan.
Apakah dia harus memperkosanya ketika dia masih bisa bicara seperti itu?
Dengan sedikit perasaan menyesal, Stafan melanjutkan permainan dengan dada wanita itu.
Hampir semua wanita berakhir di rumah bordil ini, otak mereka sudah hancur dan hati mereka kabur ke tempat lain. Melihat seperti itu, bisa dikatakan bahwa partner Stafan hari ini lebih baik dari biasanya.
"Apakah gadis itu seperti ini juga?"
Apa yang diingat Stafan di otaknya adalah Tsuare. Dia bahkan tidak ingin mendengar apa yang terjadi dengan orang yang membiarkannya pergi.
Namun, Stafan tidak bisa menghentikan ejekan yang ditunjukkan di wajahnya ketika dia memikirkan kepala pelayan tua yang dia kunjungi tadi.
Apa gunanya melindungi seorang gadis yang telah telah melakukannya dengan banyak pria dan ketika situasinya memerlukan, dengan wanita bahkan dengan non manusia? Dia hampir tidak bisa menahan tawanya ketika kepala pelayan tua itu menunjukkan bahwa dia mau membayar mahal ratusan keping emas.
"Setelah aku pikirkan sekarang, suara wanita yang kabur itu sangat bagus."
Dia mencari di ingatannya dan teringat teriakan gadis itu. Dibandingkan yang lainnya yang berakhir di sini, dia tidak seburuk itu.
Stafan menyeringai dan bergerak untuk memenuhi nafsu badannya. Dia menggenggam kaki wanita itu dengan satu tangan merobek dan mematahkannya. Tulang muncul dari kakinya yang kurus dan cukup tipis untuk muat di satu tangan Stafan.
Dengan pangkal paha wanita itu yang terbuka lebar, Stafan menindihnya.
Dia menggenggam barang yang keras karena nafsunya dan-
Dengan sebuah suara klik, pintu terbuka pelan-pelan.
"Apa?!"
Stafan cepat-cepat berbalik ke arah pintu dan melihat seorang pria tua yang kelihatannya akrab. Dia lalu teringat langsung dengan identitas pak tua itu.
Dia adalah kepala pelayan yang dia temui di rumah itu.
Pak tua itu - Sebas masuk ke dalam kamar tanpa halangan, langkahnya nyaring terdengar dari tumit sepatuhnya. Dari caranya berjalan yang sangat alami, Stafan tidak bisa berkata apapun.
Mengapa kepala pelayan dari rumah itu disini? Mengapa dia masuk ke kamar ini? Menghadapi situasi yang tidak bisa dia mengerti, Otak Stafan menjadi kosong.
Sebas berdiri di samping Stafan. Dan setelah melihat wanita yang terbaring di bawahnya, Sebas mengarahkan mata dinginnya ke arah Stafan.
"Apakah kamu menikmati menghajar orang lain?"
"Apa?"
Atmosfir aneh mendesak Stafan untuk langsung bangun dan mengambil bajunya.
Namun, sebelum itu, Sebas sudah mulai bergerak.
Plakkk. Suara tamparan terdengar nyaring dari samping Stafan dan di waktu yang sama, pandangannya terguncang hebat.
Beberapa saat kemudian, pipi kanannya semakin panas dan dia bisa merasakan luka yang menyebar dengan liar.
Sebas telah memukulnya- tidak, dia hanya ditampar di wajah. Stafan akhirnya berhasil menyadari apa yang telah terjadi.
"Dasar brengsek, melakukan hal seperti-"
Plakkk. Lagi, pipi Stafan mengeluarkan tangisan perih. Dan seperti itu, tidak berhenti.
Kiri, kanan, kiri, kanan, kiri, kanan, kiri, kanan-
"Plaaakkk, plaakkkk, plaaakkk, plaaaakkk, plaaakkk, plaakkk, plaakkk!"
Stafan selalu yang memukul orang lain tapi tak pernah terkena pukulan sendiri. Air matanya mengalir.
Dia menutupi pipinya dengan kedua tangan sambil bergerak mundur.
Saat pipinya semakin terbakar, luka itu pelan-pelan mulai menjalar.
"Va--vamu vavingan! vamu vira vamu visa vavur vevelah vevavuvan vini!!"
(Ka--kamu bajingan! kamu kira kamu bisa kabur setelah melakukan ini!!)
Pipinya yang lebam merah berdenyut setiap kali dia bicara.
"Tidak bisakah aku?"
"Ventu vaja vidak! Vasar vungu! Vamu vira viapa vaku!"
(Tentu saja tidak! Dasar dungu! Kamu kira siapa aku!)
"Orang yang Bodoh."
Sebas dengan mudah memperpendek jarak yang dibuat Stafan diantara mereka dan - Plak! Sekali lagi, pipi Stafan terbakar.
"Vshtoop! Volongg ventivan!"
(Stooop! Tolongg hentikan!)
Stafan menutupi pipinya seperti seorang anak kecil yang dimarahi oleh orang tuanya.
Meskipun dia menyukai kekerasan, orang yang dia hajar selalu adalah orang yang tak punya daya untuk melawan. meskipun dia bangun melawan Sebas, yang terlihat seperti orang tua di luar, Stafan terlalu takut memukulnya. Dia tidak bisa ketika dia tidak memiliki jaminan lawannya tidak akan melawan balik.
Seakan mengerti apa yang ada di hati Stafan, mataSebas kelihatannya kehilangan ketertarikan saat dia mengalihkan pandangan ke arah wanita itu.
"Benar-benar hal yang mengerikan yang sudah kamu lakukan..."
Stafan berlari melewati Sebas yang sedang berjalan ke samping wanita itu.
"Dasar bodoh!"
Kepala Stafan dipenuhi dengan panas. Dasar pak tua bodoh.
Dia akan memanggil orang-orang yang ada di bangunan ini dan memberinya pelajaran. Sekarang setelah dia telah melakukan hal semacam ini kepadanya, dia takkan pernah mengampuninya dengan mudah. Stafan akan membuatnya merasakan luka dan rasa takut yang mengerikan.
Di dalam otaknya, dia berpikir tentang tuan yang cantik dari kepala pelayan itu.
Tuan yang bertanggung jawab atas error pelayannya. Dia akan membuat mereka berdua bertanggung jawab terhadap rasa luka ini. Dia akan membuat mereka menyadari siapa yang sudah mereka pukul.
Dengan pemikiran seperti itu di otaknya dan perutnya yang kembang kempis, Stafan berlari ke luar.
"Vey! vavavah vava vovang viviini!?!"
(Hey! apakah ada orang disini?!)
Dia berteriak dengan suara kencang. Salah satu pegawai seharusnya segera datang.
Namun, dia menyadari bahwa otaknya sudah mengkhianatinya setelah melangkah keluar ke aula.
Sepi sekali.
Sangat sepi sehingga bisa terasa tempat ini kosong.
Sambil telanjang, Stafan dengan gugup melihat ke arah sekalilingnya.
Keheningan yang menggantung di lorong itu - atmosfir aneh yang membuat ketakutan mengalir ke arah Stafan.
Melihat ke setiap sisinya, ada banyak pintu, tak usah dikatakan lagi tak ada siapapun yang keluar dari pintu tersebut. Sebuah toko dimana orang-orang dengan fetish spesial - meskipun berbahaya, sering sekali kedap suara.
Tapi tidak mungkin para pegawai itu tidak bisa mendengarnya.
Dia telah melihat beberapa pegawai ketia dia diantarkan ke kamarnya. Semuanya adalah pria dengan tampang kasar dan memiliki tubuh yang menakjubkan yang tidak bisa dibandingkan dengan orang tua seperti Sebas.
"Vengava vak vava vovang vang vavang?"
(Mengapa tak ada orang yang datang?)
"-Karena mereka jika tidak sudah tewas atau pingsan."
Sebuah suara lirih merespon teriakan Stafan. Dia cepat-cepat berputar dan melihat Sebas yang berdiri tanpa bicara.
"Kelihatannya ada beberapa di dalam... kebanyakan dari mereka sedang tidur."
"Vi-Vivu vivak vungvin! Vavu vivir vevapa vanyak veveva?"
(I-Itu tidak mungkin! Kamu pikir berapa banyak mereka?)
"...Tiga orang yang kelihatannya adalah pegawai, sepuluh di bawah. Dan ada tujuh orang yang seperti dirimu."
Apa yang dia katakan?
Stafan menatap Sebas dengan ekspresi semacam itu.
"Untuk sementara, tak ada orang yang akan datang membantumu. Meskipun jika mereka siuman, Aku hancurkan kaki dan lengan mereka. Mereka akan merangkak kemari seperti ulat."
Sebuah ekspresi terkejut muncul dari wajah Stafan. Dia mengira bahwa itu tidak mungkin, tapi atmosfir aneh di dalam rumah bordil ini membuatnya sadar bahwa Sebas berbicara yang sebenarnya.
"Namun, aku merasa tidak perlu membawamu hidup-hidup. Aku harus membuatmu mati disini."
Sebas tidak membuat gerakan menghunus pedang atau senjata dan hanya mendekatinya tanpa bicara, kelihatannya tidak perduli. Stafan takut terhadap gerakan biasa yang menakjubkan itu. Dia menyadari bahwa Sebas benar-benar akan membunuhnya.
"Vungvu! Vungvu! vavu vunya vevavavan vang vavus vunvukvvu!"
(Tunggu! Tunggu! Aku punya penawaran yang bagus untukmu!)
"...Sulit bagiku untuk mengerti perkataanmu. Apakah yang kamu maksud bahwa kamu memiliki penawaran yang bagus untukku? Biar kupikir lagi..... Aku tidak tertarik."
"Vavu vengava vavu vevavuvan val vevavam vivi!"
(Lalu mengapa kamu melakukan hal semacam ini!)
Tidak ada alasan baginya untuk berakhir seperti ini. Alasan apa yang membuatnya harus mati? Untuk pertama kalinya, Sebas mampu memahami pemikiran Stafan.
"...Meskipun kamu memikirkan semua yang sudah kamu lakukan selama ini, kamu masih tidak tahu?"
Stafan mencoba mengingatnya. Apakah dia melakukan hal yang seharusnya tidak dia lakukan?
Sebas menghela nafas.
"...Ternyata begitu."
Bersamaan dengan ucapannya, Sebas meluncurkan tendangan depan yang sangat kuat ke perut Stafan.
"Jadi ini maksudnya orang yang tak layak untuk hidup."
Stafan diserang dengan rasa peri yang luar biasa dan beberapa organ dalamnya meledak. Meskipun tidak aneh baginya jika jatuh pingsan dari rasa luka itu dan mati, dia hanya merasakan rasa perih yang samar sementara kesadarannya masih ada.
Sakit sekali!
Sakit sekali!
Sakit sekali!
Meskipun dia ingin berteriak dan berontak kesana kemari, rasa luka itu sangat kuat sehingga membuatnya bahkan tidak bisa bergerak.
"Matilah seperti itu."
Stafan mendengar suara yang dingin. Meskipun dia ingin memohon ampunan terhadap nyawanya, tenggorokannya tidak bergerak.
Keringat masuk ke dalam matanya dan pandangannya semakin suram. Dari dalam pandangannya, dia melihat punggung Sebas saat dia pergi menjauh.
Selamatkan aku!
Selamatkan aku!
Aku akan memberimu uang sebanyak yang kamu inginkan jadi selamatkan aku!
Satu-satunya orang yang bisa merespon suara yang hening memohon ampunan sudah hilang.
Pada akhirnya, Stafan mati perlahan-lahan dengan luka mengerikan terbakar dari perutnya.
Peringatan! Banyak hal menjijikkan dan membuat marah hingga translator hampir muntah karenanya!
BalasHapusLOL
BalasHapusMin, kadang2 post komentar nya error ya? Tetap semangat
BalasHapusBelum pernah mengalami post komentar error. Kecuali kalau lagi post dari jalan pake modem gsm kalau post sering gagal.
BalasHapusBaca pake ponsel ini, kolom komentar nya sering gk muncul :D
BalasHapuskuat banget min gua yang baca serasa muntah, menjijikan kelakuannya si bangcad stafan
BalasHapusDari semua yg gw baca, part ini yang paling bagus.. bukan berarti gw punya fetish macem gitu ya.. cuman sekedar suka aja sama cerita sadis yg melibatkan hancurnya organ2 XD
BalasHapusPaling mantap :v
BalasHapussankyu overlord vol.5 bab 5 bag. 1
BalasHapusPertama kalinya gue sampe benci ke satu karakter pas baca sebuah cerita ��
BalasHapusRasain lu BABI!!! :v
BalasHapusBrengsek nih si Stefan.
BalasHapusPaling seneng gw lihat orang kek stefan mati disiksa secara perlahan XD
BalasHapusJadi jangan pernah buat marah sebastian ciptaan touch me-sama maka itulah ganjarannya wkwkwk
BalasHapusLebih serem albedo sih
Itu ada adegan sadis ya? Aku baca biasa" aja
BalasHapusBjir kuat iman awowkww
Hapusbabi kok cinta kebersihan ya???
BalasHapusDamai dunia klo orang kek stafan dibantai semua.. 😂
BalasHapusTranslatornya kuat amat ngetik,gua aja yang baca agak males sangking banyaknya :v
BalasHapusMasih untung Sebas yg bunuh tu org.. agak lebih cepet matinya.. coba kalo solution ato gak entoma, pasti dimakan hidup2 tuh wkwkwkq
BalasHapusKiri, kanan, kiri, kanan, kiri, kanan, kiri, kanan-
BalasHapus"Plaaakkk, plaakkkk, plaaakkk, plaaaakkk, plaaakkk, plaakkk, plaakkk!"
Wkwkw saya ngakak pas baca ini hahaha walau dah nonton anime dan sudah baca sampe vol 12 tp masih penasaran... Lanjut kan min bentarlagi vol 13 rilis
Kematiannya si Stafan lebih kerasa sadis di LN drpd di anime yg mati cuma sekali tendang,tp lebih bagus lg klo dia gk mati, tp disiksa trus heal siksa lg heal lg, sampe dia sendiri yg mohon buat dibunuh...
BalasHapusLebih mantul kalo si stafan tuh dimasukin ke ruang kyouhaku yg kecoa itu terus kecoa nya si kyouhaku makan nin organ dalem nya si stafan terus di heal terus2 an sampe di stafan minta dibunuh
HapusJiji gw ngebayangin nya😓
HapusMana ada babi yg seneng bersih kwkwk, ya wajarlah org jepang yg buat
BalasHapusMati terlalu cepat tak pantas untuk staffan
BalasHapusStafan: ahh kimochi:v
BalasHapusLN terasa menjiwai banget si
BalasHapusGw baca sambil makan jadi eneg njir
BalasHapus