Cybersh Note

Fans Translasi Novel-Novel Asia

02 Maret, 2016

Overlord - Vol 5 - Chapter 4 Part 3

Congregated Men - Kumpulan Para Pria

Part 3


Overlord Light Novel Bahasa IndonesiaBulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 10:27

Dalam perjalanannya pulang ke istana, Climb melamun saat dia melangkahkan kakinya.

Di dalam kepalanya, dia memikirkan adu pedang dengan Gazef dan berulang kali membayangkan bagaimana pertarungan bisa menjadi lebih baik. Saat dia memutuskan gerakan mana yang harus dicoba jika dia mendapatkan kesempatan lain, sebuah teriakan terdengar. Ada kerumunan orang. Dua prajurit berdiri di samping mereka dan memandang dengan canggung.

Suara gaduh bisa terdengar dari tengah kerumunan. Dari suaranya, itu bukan pertanda baik.

Wajah Climb semakin keras saat dia mendekati para prajurit.

"Apa yang kalian berdua lakukan?"

Dari suara yang tiba-tiba datang dari belakang, prajurit itu berputar dan melihat ke arah Climb dengan terkejut.

Mereka dilengkapi dengan kaos rantai dan tombak. Mereka memakai mantel luar (surcoat) dengan mantel lengan kerajaan di luar kaos rantai mereka. Meskipun itu adalah perlengkapan standar untuk seorang penjaga, dua orang ini kelihatannya terlatih dengan baik.


Untuk awalnya, tubuh mereka kelihatannya tidak terbentuk. Mereka tidak mencukur dengan bersih dan kaos rantai mereka sangat parah perawatannya dan terlihat kotor. Secara keseluruhan, mereka mengeluarkan hawa kurang disiplin.

"Siapa yang..."

Melihat Climb yang lebih muda darinya berbicara tiba-tiba, penjaga itu berbicara dalam suara kebingungan dengan sebuah isyarat jengkel.

"Aku sedang tidak bertugas."

Saat Climb berbicara dengan tegas, kebingungan dalam suara penjaga menyebar ke wajahnya. Bocah yang lebih muda dari mereka ini sedang bicara kepada mereka seakan dia adalah atasan mereka.

Saat mereka memutuskan akan lebih bijak untuk bersikap rendah hati, penjaga itu mengencangkan punggung mereka.

"Kami kira ada semcam keributan."

Climb menekan hasrat untuk menegur mereka yang jelas terlihat, tak seperti para prajurit yang ditempatkan di dalam istana, para penjaga yang berpatroli ke sekeliling ditarik dari orang biasa dan tidak menerima banyak latihan. Dengan kata lain, mereka seperti penduduk yang belajar bagaimana cara mengayunkan senjata.

Climb memalingkan matanya dari penjaga yang canggung kepada kerumunan. Daripada mengandalkan dua orang ini, akan lebih cepat baginya untuk bertindak.

Meskipun dia telah melangkahi otoritasnya dan ikut campur dengan pekerjaan dari petugas patroli, jika dia mengabaikan penduduk yang butuh pertolongan, maka dia sendiri tidak akan mampu menunjukkan muka di depan tuannya yang suka menolong.

"Kalian tunggu disini."

Tanpa menunggu balasan, Climb mencoba untuk memaksa masuk menembus kerumunan. Meskipun ada beberapa celah, dia tidak bisa menembusnya. Tidak, jika manusia manapun bisa menembus disini maka itu akan aneh.

Sambil mencoba memaksa berjalan meskipun dia didorong, Climb mendengar sebuah suara.

"...Menyingkirlah dari hadapanku."

"Apa?"

"Aku akan berkata sekali lagi. Menyingkirlah dari hadapanku."

"Dasar brengsek!"

Ini gawat. Mereka akan menyerang si pak tua.

Wajah Climb semakin merah saat dia mati-matian mencoba untuk memaksa masuk ke dalam. Apa yang masuk ke dalam penglihatannya adalah penampilan seorang pak tua dan pria yang mengelilinginya. Seorang bocah lusuh yang ada di kaki pria-pria tersebut.

Pak tua yang berpakaian sangat rapi mengeluarkan hawa elegan yang membuatnya terlihat seperti bangsawan, atau seseorang yang melayani mereka. Masing-masing pria yang mengelilinginya memiliki penampilan yang kasar dan kelihatannya mabuk. Jelas sekali pihak mana yang salah.

Pria yang paling besar dari orang-orang itu memukulkan tinjunya. Ketika membandingkannya dengan pak tua, perbedaannya sangat jauh sekali. Ukuran tubuh mereka, ukuran otot mereka, temperamen keras yang tidak ragu untuk menumpahkan darah; jika dia menyerang pak tua itu, pak tua itu akan dengan mudah dikirim terbang. Orang-orang di sekitar mereka yang menyadari ini membayangkan tragedi yang akan terjadi kepada pak tua dan mengeluarkan teriakan kecil.

Namun, Climb yang sedang berada di tengah kerumunan merasakan sebuah perasaan bahaya yang kecil.

Tidak diragukan lagi, sisi dari pria itu kelihatannya lebih tangguh. Namun malahan, dia merasa seakan pak tuga itu mengeluarkan atmosfir kekuatan absolut.

Saat itu Climb yang sedang linglung tidak dapat menggunakan peluang untuk menghentikan tinju kekerasan dari pria tersebut. Dia mengangkat tangannya dan -

-roboh.

Suara yang dipenuhi rasa terkejut datang dari sekeliling Climb.

Pak tua itu dengan akuran memukul dagu pria tersebut. Bukan hanya itu, dia melakukannya dengan kecepatan yang menakjubkan. Sangat cepat sehingga orang seperti Climb yang terlatih penglihatan dinamik mereka hampir tak bisa menangkapnya.

"Apakah kalian ingin melanjutkan?"

Ketenangan dan skill yang tidak bisa kamu ketahui dari penampilan luar. Digabungkan, hal itu membuat sadar pria-pria tersebut dari mabuk mereka. Para pria itu benar-benar kehilangan hasrat bertarung.

"Ti..Tidak, itu adalah kesalahan kami."

Saat mereka mundur beberapa langkah sambil meminta maaf berbarengan, pria itu memegang pemimpin mereka dan kabur. Climb tidak ada niat untuk mengejar mereka. Seakan hatina telah dicuri oleh pak tua dengan punggung lurus tersebut, Climb tidak bisa bergerak.

Sebuah postur tubuh yang selurus pedang, itu adalah penampilan yang lama diimpikan warrior manapun.

Pak tua itu menyentuh punggung si bocak seakan memeriksa kondisinya. Dia lalu meminta seseorang yang ada di dekat situ untuk merawatnya dan pergi. Gerombolan itu membelah dengan garis lurus untuk membuat jalan bagi pak tua. Tak ada yang bisa memalingkan mata mereka dari punggungnya, sebuah penampilan yang tidak ada kurangnya.

Climb cepat-cepat berlari ke bocah yang roboh dan mengambil potion yang dia terima dari Gazef selama latihan.

"Apakah kamu bisa meminumnya?"

Tidak ada balasan. Dia benar-benar pingsan.

Climb membuka penutup botolnya dan menuangkan isinya ke tubuh si bocah. Meskipun bisa dengan mudah menganggap potion sebagai obat untuk diminum, tidak ada masalah dalam menuangkannya ke tubuh. Itu adalah kehebatan dari magic.

Potion tersebut meresap ke tubuh si bocah, seakan kulitnya menghisap cairan tersebut. Melihat kulit wajah si bocah kembali berwarna, Climb merasa lega dan menganggukkan kepalanya.

Orang-orang di sekitar melihat Climb yang menggunakan item mahal seperti potion dan sama terkejutnya saat mereka melihat kemampuan pak tua tadi. Namun, tak usah dikatakan lagi, Climb tidak menyesalinya. Selama para penduduk membayar pajak, itu adalah tugas dari mereka yang hidup dari pajak untuk melindungi mereka dan memastikan keselamatan mereka. Kaena dia tidak bisa memenuhi tugasnya, Climb merasa bahwa dia setidaknya harus melakukan ini.

Meskipun potion itu seharusnya memastikan bahwa tidak akan ada lagi masalah dengan si bocah, akan lebih baik untuk membawanya ke kuil untuk berjaga-jaga. Climb memberikan sinyal kepada para penjaga yang sedang berdiri. Kelihatannya mereka sedang memanggil lebih banyak lagi; dua orang penjaga ditambah dengan tiga orang lagi.

Orang-orang di sekitar melihat ke arah penjaga yang baru saja tiba dengan menghina. Para penjaga itu terlihat gugup saat Climb bicara dengan salah satu dari orang-orang itu.

"Bawa anak ini ke kuil."

"Apa yang terjadi disini? Sebenarnya..."

"Ada kekerasan. Aku menggunakan potion healing jadi seharusnya tidak ada masalah apapun, tapi bawa dia untuk jaga-jaga."

"ya, mengerti!"

Meninggalkan para penjaga untuk menyelesaikannya, Climb menilai bahwa tidak ada lagi yang perlu dilakukannya disini. Tak ada hal bagus yang akan datang dari prajurit yang bekerja di istana ikut campur lebih jauh dengan pekerjaan orang lain.

"Aku asumsikan kamu bisa mencari tahu apa yang terjadi disini dari saksi mata yang melihatnya dari awal."

"Saya akan melakukan apa yang anda katakan."

Setelah menerima perintah mereka, para penjaga menemukan kepercayaan diri dan cepat-cepat bergerak. Climb lalu berdiri dan berlari, mengabaikan suara dari para penjaga yang menanyakan kemana dia akan pergi.

Setelah tiba di belokan jalan dimana pak tua itu berputar, Climb melambatkan langkahnya.

Dia lalu mengikutinya.

Matanya jatuh ke punggung pak tua yang sedang berjalan di belakangnya.

Meskipun dia ingin berbicara langsung kepadanya, kapanpun dia menemukan keberanian untuk melakukan hal itu, Climb menurunkan kepalanya. Rasanya seakan sebuah tekanan mengalahkannya - seperti sebuah dinding tebal yang tak terlihat.

Pak tua itu berputar ke jalan ini dan itu dan jalannya semakin gelap. Climb mengikutinya dari belakang tanpa mampu berkata apapun.

Ini sama dengan menguntit pak tua itu.

Climb merasa seperti mencabut rambutnya sendiri melihat dari apa yang sedang dia lakukan. Tak perduli seberapa kerasnya bicara dengan pak tua itu. Ini tidak benar. Climb mencoba mencari cara terbaik seakan situasinya berbalik saat mengikuti pak tua itu.

Akhirnya, mereka berputar ke dalam jalan lorong dengan tak ada satupun yang melihat. Climb menghirup nafas dalam-dalam dan, seperti seorang pria yang akan menyatakan cinta kepada gadis yang dia sukai, memeras seluruh keberaniannya dan bicara.

"-Permisi."

Merespon suaranya, pak tua itu berbalik.

Baik rambut dan jenggotnya berwarna putih, tapi punggungnya yang tegap mengingatkannya dengan sebuah pedang ditempa oleh baja. Roman yang jelas dari wajahnya dihiasi oleh kerutan dan meskipun itu membuatnya terlihat lembut, matanya sangat tajam, seperti seekor elang yang menatap mangsanya.

Dia bahkan mengeluarkan aura seorang bangsawan yang tinggi.

"Ada apa?"

Meskipun entah bagaimana dia bisa merasakan usia dari pak tua itu melalui suaranya, kedengarannya memaksakan dan penuh dengan kehidupan. Merasakan tekanan yang tak kasat mata dari mata pak tua tersebut, Climb menelan ludahnya.

"Uh, uh--."

Climb terdorong oleh energi pak tua tersebut dan tak bisa bicara. Lalu, pak tua itu muncul untuk melepaskan energi yang berkumpul di dalam tubuhnya.

"Siapa kamu?"

Nadanya menjadi lembut. Climb akhirnya terlepas dari tekanan dan tenggorokannya sekarang bisa bergerak seperti biasa.

"..Nama saya adalah Climb, seorang prajurit negeri ini. Saya disini untuk memberikan rasa terima kasih yang tulus karena telah melakukan apa yang seharusnya saya lakukan."

Saat Climb membungkuk rendah, pak tua itu memicingkan matanya seakan berpikir dan bergumam lirih "Ahh" akhirnya dia mengerti apa yang dia maksud.

"...Tidak usah dipikirkan. Kalau begitu."

Saat pak tua itu mencoba untuk mengakhiri percakapan dan berjalan pergi, Climb mengangkat wajahnya dan bertanya.

"Tolong tunggu sebentar. Sebenarnya... meskipun saya malu untuk mengakuinya, saya mengikuti anda. Sebenarnya, saya tidak keberatan meskipun anda tertawa atas permintaan saya, tapi jika tidak apa bagi anda, bisakah anda mengajari saya teknik yang anda gunakan tadi?"

"...Apa maksudmu?"

"Saya sedang melakukan latihan untuk menjadi lebih kuat dan ingin bejalar meskipun satu prosi kecil dari gerakan menakjubkan dan teknik yang anda tunjukkan tadi."

Pria itu memeriksa Climb dari atas ke bawah.

"Hmmm.... tolong tunjukkan kedua tanganmu."

Climb mengulurkan tangannya dan pak tua itu menatap lengannya dengan tatapan yang menusuk. Rasanya agak canggung. Pak tua itu membalikkan tangan Climb lagi dan memeriksa kuku-kukunya, lalu mengangguk puas.

"Tangan-tangan itu sangat tebal dan keras, tangan yang bagus untuk seorang warrior."

Mendengar kalimat yang dia katakan dengan senyuman ini, Climb merasa hatinya semakin tambah hangat. Dia merasakan kebahagiaan yang mirip ketika Gazef memujinya.

"Tidak, seseorang seperti saya ini... adalah warrior yang remeh."

"Aku kira kamu tidak perlu serendah hati seperti itu.. boleh aku minta kepadamu untuk menunjukkan pedangmu selanjutnya?"

Pak tua itu menggenggam pedang di tangannya dan menatap mata pisaunya dengan mata yang tajam.

"Aha... apakah ini pedang terbalik?"

"Bagaimana anda bisa tahu?!"

"Seperti yang kuduga, apakah kamu melihat irisan di mata pedang sebelah sini?"

Melihat ke arah tempat yang ditunjuk memang ada sedikit retak pada satu sisi dari mata pedang. Dia pasti telah mengacaukan tebasannya ketika berlatih.

"Saya telah menunjukkan sesuatu yang memalukan!"

Rasa malu membuatnya ingin menghilang kemanapun. Climb tahu bahwa dia sangat tidak berpengalaman dan sangat waspada, bahkan hingga gugup, tentang keadaan senjatanya, seluruhnya untuk usaha meningkatkan peluangnya dalam kemenangan meskipun hanya sedikit jumlahnya. Tidak, dia mengira dia melakukannya hingga saat ini.

"Ternyata begitu. Aku mendapatkan pandangan umum tentang kepribadianmu. Tangan dari seorang warrior dan senjatanya adalah cermin yang memantulkan pemiliknya. Kamu adalah orang yang memberikan kesan yang cukup menyenangkan."

Telinganya menjadi merah, Climb menatap ke arah pak tua itu.

Itu adalah senyuman yang lembut dan anggun.

"Aku mengerti. Aku akan memberimu sedikit latihan. Namun-"

Saat Climb akan mengutarakan rasa terima kasihnya, pak tua itu menghentikannya dan melanjutkan.

"Aku memiliki sesuatu yang ingin aku minta padamu. Kamu bilang bahwa kamu adalah prajurit, benarkah? Sebenarnya, beberapa hari yang lalu aku menolong seorang gadis tertentu..."

Mendengar seluruh cerita dari pak tua yang memperkenalkan diri sebagai Sebas, Climb merasakan kemarahan yang kuat.

Fakta bahwa seseorang sedang menyalahgunakan kebebasan budak yang diumumkan oleh Renner dalam cara seperti itu, menyadari bahkan sekarang, tak ada yang berubah sejak itu, dia tidak bisa menyembunyikan kemarahannya.

Tidak, bukan itu. Climb menggelengkan kepalanya.

Pasar budak telah dilarang oleh hukum di kerajaan. Namun, meskipun itu bukanlah perbudakan, tidak jarang mendengar orang yang harus bekerja di dalam lingkungan yang parah karena hutang. Ada banyak dari mereka yang mencari celah mengenai hukum itu. Tidak, itu karena para pencari celah itulah sehingga hukum melarang pasar budak yang bisa dilewati pada awalnya.

Hukum yang dikeluarkan oleh Renner hampir tidak ada gunanya. Meskipun pemikiran menyedihkan itu berlari menembus akalnya, dia mengesampingkannya. Apa yang harus dia pikirkan sekarang adalah situasi Sebas.

Climb mengerutkan dahi.

Itu adalah posisi yang benar-benar tidak menguntungkan. Meskipun menyelidiki kontrak pekerjaan gadis itu bisa membuat mereka membalas dendam, sulit dibayangkan bahwa mereka akan meninggalkan titik lemah seperti itu dalam persiapan mereka. Jika dia mengajukan banding kepada hukum, Sebas pastinya akan kalah.

Alasan musuh mereka tidak memilih untuk menyelesaikan secara legal adalah karena mereka menilai bahwa melakukannya dengan cara mereka sendiri akan lebih menguntungkan.

"Apakah kamu tahu seseorang yang bisa menghentikan korupsi atau meminjamkan bantuan kepada kita?"

Climb hanya tahu satu orang, tuannya. Dia bisa bilang dengan percaya diri bahwa tidak ada bangsawan yang lebih murni dan bisa dipercaya daripada Renner.

Namun, dia tidak bisa memperkenalkannya.

Yang bisa melakukan apa yang mereka lakukan pasti memiliki berbagai macam koneksi dengan orang-orang yang kuat. Tidak diragukan lagi, para bangsawan yang berteman dengan mereka akan memiliki otoritas yang signifikan. Jika sang putri, yang merupakan bagian dari fraksi kerajaan, menggunakan otoritasnya untuk memerintahkan penyelidikan dan menolongnya sehingga membuat hal itu melukai fraksi bangsawan, bisa membuat konflik skala penuh antara dua kelompok.

Menggunakan kekuatan tidak mudah, terutama dalam kasus seperti Kingdom dimana tidak ada jaminan bahwa dua fraksi yang sedang berkonflik tidak akan menjadi perang saudara.

Renner tidak bisa karena itu akan membuat kerajaan roboh.

Itu adalah alasan mengapa topik yang muncul dalam diskusi dengan Lakyus dan kelompoknya. Itulah kenapa Climb tidak melakukan apapun. Tidak, dia tidak bisa berkata apapun.

Menafsirkan sesuatu dari diamnya Climb yang lahir dari kebingungannya, Sebas bergumam bahwa dia mengerti dan mengatakan hal yang mengejutkan.

"..Menurut gadis itu, tempat tersebut memiliki banyak orang lain disamping dia, tak perduli jenis kelaminnya."

Tidak mungkin, meskipun itu dijalankan oleh organisasi perdagangan budak, sebuah tempat pelacuran seperti itu masih ada? Atau.. mungkin saja tempat pelacuran itulah yang mereka bicarakan?

Climb bicara.

"Jika hanya untuk menolong mereka kabur... Saya bisa meminta tuan saya. Dia memiliki teritori sendiri sehingga jika mereka meminta perlindungan disana..."

"Apakah itu mungkin?... Dan gadis itu bisa dilindungi disana pula?"

"...Maafkan saya, Sebas-sama. Saya tidak bisa bilang pada anda dengan pastinya tanpa meminta kepada tuan saya. Tapi tuan saya adalah orang yang baik, orang itu akan menyetujui tanpa ragu!"

"Hoh. Jika tuanmu begitu dapat diandalkan... dia pasti orang yang memang sangat menakjubkan."

Atas pertanyaan Sebas, Climb mengangguk dalam-dalam. Tak ada yang lebih hebat, dia mengklaimnya.

"Meskipun ini dianggap masalah yang berbeda, apa yang terjadi jika ada bukti bahwa pelacuran itu juga termasuk dalam perdagangan budak dan oleh karena itu melawan hukum? Apakah ini akan ditutupi pula?"

"Meskipun itu mungkin, jika bukti diberikan kepada tangan yang benar... Aku ingin percaya bahwa kerajaan ini tidak akan sekorup itu sehingga mengabaikannya."

"...Aku mengerti. Kalau begitu biarkan aku bertanya kepadamu pertanyaan yang berbeda. Mengapa kamu ingin menjadi kuat?"

"Eh?"

Pada topik yang tiba-tiba, Climb tidak sengaja membuat suara aneh.

"Tadi, kamu memintaku mengajarimu teknikku. Meskipun aku memutuskan bahwa kamu adalah orang yang bisa dipercaya, aku ingin tahu alasan dibalik mengapa kamu mencari kekuatan."

Climb memicingkan matanya terhadap pertanyaan Sebas.

Mengapa dia ingin menjadi lebih kuat?

Climb adalah anak yang dibuang yang tidak tahu wajah dari orang tuanya. Cerita seperti ini bukan hal yang langka di Kingdom. Mati di lumpur bukanlah hal yang langka pula.

Climb juga salah satu dari mereka yang nasibnya harus mati di tengah hujan.

Namun -  di hari itu, Climb bertemu dengan matahari. Wujud yang sedang merangkak di dalam kotoran, di dalam kegelapan, terpana akan cahaya itu.

Ketika dia masih muda, dia sangat menginginkannya. Dan saat dia tumbuh besar, perasaannya berubah bentuk tanpa ragu.

-itu adalah cinta.

Dia harus menyingkirkan perasaan ini. Keajaiban yang dinyanyikan oleh para penyanyi keliling takkan pernah terjadi di dalam kenyataan. Seperti bagaimana dia tidak bisa menyentuh matahari, keingingan Climb takkan pernah terpenuhi. Tidak, itu harus terpenuhi.

Wanita yang dicintai oleh Climb, nasibnya pada akhirnya adalah dinikahkan oleh orang lain. Seorang putri tidak bisa dinikahkan kepada orang yang latar belakangnya tak diketahui seperti Climb, seseorang yang lebih rendah daripada rakyat biasa.

Jika sang raja harus mati dan pangeran pertama harus mewarisi takhta, Renner akan menikah langsung dengan bangsawan yang memiliki kelas yang tinggi. Kelihatannya pembicaraan itu sudah berjalan antara pangeran dan bangsawan tinggi. Dia mungkin akan dikirim ke kerajaan tetangga sebagai alat untuk pernikahan politik.

Sebaliknya, meskipun sudah berusia yang cukup untuk menikah, kenyataan bahwa Renner bahkan tidak memiliki seorang tunangan satupun, jangankan menikah, adalah hal yang aneh.

Baginya, saat ini adalah waktu yang seperti emas. Seberharga itu sehingga dia akan rela untuk membayar dengan apapun untuk menghentikan waktu. Jika dia tidak menuangkan seluruh waktunya untuk latihan, maka dia bisa menikmati saat itu meskipun sedikit lebih lama.

Climb memang sederhana, orang biasa yang tak memiliki bakat. Meskipun begitu, di akhir latihannya, dia memiliki kemampuan yang tinggi jika dibandingkan dengan prajurit lain. Maka bukankah lebih baik untuk memuaskan dirinya dan menghentikan latihan disini sehingga dia bisa melayani Renner di sampingnya sedikit lebih lama lagi?

Namaun - apakah itu benar-benar cukup?

Climb sangat mengingikan cahaya matahari. Itu bukan sebuah kebohongan atau salah pengertian. Itu adalah pemikiran yang lahir dari kebenaran yang sejati dari Climb.

Namun-

"Karena aku adalah seorang pria."

Climb tersenyum.

Benar sekali. Climb ingin selalu di sisinya. Matahari yang bersinar dengan terang di langit, seorang pria yang tak pernah bisa berdiri di sampingnya. Meskipun begitu, dia ingin naik lebih tinggi agar dia bisa menjadi perwujudan yang bisa lebih dekat dengan matahari, tak perduli apapun batasannya.

Dia tidak ingin berharap untuk selalu tetap menjadi seseorang yang harus mengangkat wajahnya untuk melihat dia.

Ini adalah pemikiran sepele dari seorang anak laki-laki, tapi bagaimanapun sangat cocok untuk seorang anak laki-laki.

Dia ingin menjadi seorang pria yang cocok dengan wanita yang sangat diinginkannya, meskipun mereka tak pernah bisa bersama.

Pemikiran ini adalah mengapa dia mampu menahan kehidupan tanpa teman, latihan yang keras, dan pelajarannya yang harus memotong waktu tidurnya.

Jika seseorang ingin menyebutnya orang bodoh dan menghinanya, maka biarkan saja mereka.

Mereka yang benar-benar tidak mencintai orang lain takkan pernah bisa mengerti perasaannya.

---

Sebas memicingkan matanya saat dia mengamati dengan tulus. Seakan jika dia mencoba untuk memahami segudang makna dibalik jawaban pendek Climb. Dia lalu menganggukkan kepala puas.

"Aku sudah memutuskan bagaimana melatihmu dari balasanmu."

Dia menghentikan Climb saat dia mencoba untuk mengutarakan rasa terima kasihnya.

"Namun, maafkan aku harus bilang bahwa kamu tidak memiliki bakat. Melatihmu dengan sungguh-sunggu akan memakan banyak waktu, waktu adalah yang tidak aku punya. Aku ingin melatihmu agar hasilnya bisa terlihat jelas tapi... ini akan berat."

Climb menelan ludah. Kilauan di mata Sebas membuat punggungnya gemetar.

Alasan dia tidak langsung merespon karena dia merasakan kekuatan di mata itu. Itu adalah kekuatan yang tidak mungkin ada, kekuatan yang melebihi bahkan Gazef yang sedang serius.

"Aku akan bilang padamu dengan jujur, kamu mungkin bisa mati."

Itu bukan candaan.

Climb merasakan firasat bahwa dia berbicara yang sebenarnya. Dia tidak perduli apakah dia mati atau tidak. Namun, itu hanya masalah jika itu adalah untuk Renner. Dia tidak ingin kehilangan nyawa hanya karena masalah yang egois.

Itu bukan karena dia menjadi ketakutan. Tidak, mungkin itu adalah alasan yang sebenarnya.

Climb menelan air ludahnya lalu ragu-ragu. Keadaan sekitar didominasi oleh keheningan sesaat, cukup hening sehingga bisa mendengar suara di kejauhan.

"Apakah kamu selamat atau tidak itu terserah padamu.. Jika kamu memiliki sesuatu yang kamu sayangi, sebuah alasan untuk merangkak maju dan mempertahankan hidupmu, kamu akan baik-baik saja."

Bukankah dia akan mengajarinya martial art?

Mesipun pertanyaan itu muncul di otaknya, itu bukan masalah saat ini. Memahami apa arti ucapan Sebas, dia meneria itu dan memberikan balasan.

"Aku sudah siap. Aku serahkan pada anda."

"Apakah maksudmu kamu memiliki kepercayaan diri untuk tidak mati?"

Climb menggelengkan kepala, bukan itu.

Itu karena di hatinya, Climb selalu membawanya sebagai alasan untuk bertahan hidup, meskipun dia harus merangkak di lantai.

Sebas mengangguk dalam-dalam, seakan dia telah membaca apa yang ada di dalam hati Climb dengan melihat ke matanya.

"Aku mengerti. Kalau begitu aku akan mulai latihannya disini."

"Disini?"

"Ya, hanya akan memakan waktu beberapa menit. Tolong angkat senjatamu."

Apa yang coba dia lakukan? Dengan pikiran yang dipenuhi dengan kegelisahan dan kebingungan terhadap hal yang tidak diketahui dan secercah samar harapan dan rasa ingin tahu, Climb menghunus pedangnya.

Suara dari pedang yang bergeser dari sarungnya terdengar ke seluruh lorong sempit.

Sebas diam-diam menatap saat Climb mengambil sikap menengah.

"Kalau begitu aku akan mulai. Berkonsenstrasilah."

Dan pada langkah selanjutnya-

-Dengan Sebas sebagai pusatnya, kelihatannya seakan pedang es keluar di segala penjuru.

Climb tidak bisa bicara lagi.

Sebuah pusaran nfasu membunuh berputar di sekeliling dengan Sebas sebagai pusatnya.

Energi yang sangat padat dan warnanya yang menjadi kelihatan menabraknya seperti ombak yang mengamuk, membuat hatinya serasa seperti akan meledak dalam sekejap. Dia mengira bahwa dia mendengar sebuah suara seperti teriakan jiwa saat dihancurkan. Kedengarannya seakan datang tepat dari sampingnya, sebuah tempat yang jauh, atau mungkin dari mulutnya sendiri.

Saat dia digulung oleh arus hitam nafsu membunuh, Climb merasa kesadarannya menjadi putih. Ketakutannya sangat besar bahwa otaknya akan melepaskan kesadarannya agar bisa mengabaikan situasi ini.

"...apakah hanya ini nilai dari seorang 'pria'? Ini baru pemanasan."

Di dalam kesadaran Climb yang semakin hilang, suara kecewa Sebas terdengar sangat keras.

Arti dari kalimat ini masuk dalam-dalam jauh ke otak Climb, jauh lebih dalam dari pisau apapun. Itu sudah cukup untuk membuat dia melupakan ketakutan untuk sesaat yang telah menabraknya dari depan.

Thump. Detak jantung semakin keras.

"Haaa!!"

Climb melepaskan udara nafas yang besar.

Matanya basah dengan air mata dan meskipun sudah sangat ketakutan sehingga ingin lari, dia menahannya. Tangan yang menggenggam pedang itu gemetar dan pucuk dari pedang itu berguncang seakan sudah menjadi gila. Getaran yang mengalir melalui sekujur tubuhnya menyebabkan kaos rantainya berbunyi dengan keras.

Namun, Climb menggeretakkan gigi-giginya yang gemetaran dan mencoba untuk bertahan dari Sebas yang haus darah.

Melihat penampilan yang tidak mengenakkan, Sebas menyeringai dan pelan-pelan membentuk sebuah tinju dengan tangan kanannya yang tepat di depan mata Climb. Setelah beberapa kali berkedip, tinju yang seperti bola itu sempurna.

Seperti memasang sebuah anak panah pada benang, tinju itu pelan-pelan ditarik ke belakang.

Meskipun dia berdiri disana gemetaran, Climb menyadari bahwa apa yang akan terjadi dan menggetarkan kepalanya dari sisi ke sisi. Tak usah dikatakan lagi, tanda yang dia berikan tidak berefek kepada Sebas.

"Kalau begitu... matilah."

Seperti sebuah anak panah yang meledak dari benang yang tegang, tinju Sebas melayang kepadanya dengan suara yang membelah udara.

- Ini akan menjadi kematian dalam sekejap.

Climb menyadari ini saat waktu menjadi pelan. Kelihatannya seakan sebuah bola baja yang besar yang bahkan lebih tinggi daripada dirinya meluncur kepadanya pada kecepatan yang ganas. Pikirannya dipenuhi dengan gambar dari kematian yang lengkap dan absolut ini. Meskipun jika dia ingin mengangkat pedangnya dan menggunakannya sebagai tameng, akan mudah dihancurkan dengan tinju ini.

Tubuhnya bahkan tidak bergeming. Kegelisahan yang besar membuatnya benar-benar kaku.

-Tidak mungkin bisa lepas dari kematian yang ada di depan matanya.

Climb menyerahkan nasibnya dan di waktu yang sama, menjadi marah dengan dirinya sendiri.

Jika dia tidak bisa memberikan hidupnya untuk Renner, mengapa dia tidak mati saja sekarang? akan lebih baik baginya untuk mati sendirian, gemetar di dalam dinginnya hujan.

Di dalam matanya, dia melihat wajah cantik Renner.

Ada yang berkata jika seseorang sudah mendekati kematian, mereka akan melihat hidup mereka selama ini di depan mata. Itu adalah efek dari otak yang mencari ingatan masa lalu untuk keluar dari situasi ini. Tetap saja, dia menemukan itu sedikit menghibur karena hal terakhir yang dia lihat adalah senyuman dari tuannya yang sangat dia cintai dan hormati.

Benar sekali. Apa yang Climb lihat adalah senyuman Renner.

Segera setelah dia menyelamatkan hidup Climb, Renner yang masih muda tidak menunjukkan senyumannya. Kapan dia mulai tersenyum?

Dia tidak bisa mengingatnya. Namun, dia memang teringat dia tersenyum dengan malu-malu.

Jika dia tahu kematian Climb, bukankah senyum itu akan hancur? Seperti sebuah awan gelap yang menghalangi matahari?

-Jangan membuatku tertawa!

Kemarahan yang muncul dari lubuk hati Climb.

Dia adalah orang yang menyelamatkan hidupnya yang telah dia buang ke sisi jalanan. Jika begitu, nyawanya bukanlah miliknya lagi. Tubuh ini adalah untuk Renner, untuk memberikan meskipun sedikit sekali bentuk kebahagiaan.

Pasti ada cara untuk keluar dari sini-!

Rantai ketakutan telah hancur dengan emosi kuat yang mulai muncul.

Tangannya bergerak.

Kakinya juga bergerak pula.

Mata yang akan tertutup terbuka lebar. Dia mencoba mati-matian dengan mata telanjang untuk mendeteksi tinju berkecepatan ultra tinggi yang menuju ke arahnya.

Seluruh indera di tubuhnya ditekan hingga batas mereka, hingga titik dimana dia bahkan bisa merasakan getaran udara.

Seperti bagaimana seseorang menunjukkan kekuatan super pada kebakaran, ketika gawat darurat, otak melepaskan keamanan yang ditempatkan di otot dan membuat mereka bisa menunjukkan kekuatan yang sebelumnya tidak mungkin.

Otak yang mengeluarkan cairan kimia dalam jumlah banyak dan fokusnya otak seluruhnya kepada cara untuk selamat. Dengan cepat memproses informasi dalam jumlah banyak dan memilih tindakan yang paling optimal.

Dalam sesaat, Climb melangkahkan kaki ke dalam dunia warrior kelas satu. Namun, bahkan hal itu telah dilewati oleh kecepatan dari serangan Sebas. Sangat mungkin bahwa ini sudah terlambat, sehingga tidak ada lagi waktu yang tersisa untuk menghindari tinju Sebas. Meskipun begitu, dia harus bergerak. Bagaimana dia bisa menyerah?

Dalam kompresi waktu yang cepat itu, gerakannya sendiri terlihat selambat kura-kura. Meskipun begitu, Climb mati-matian menggerakkan tubuhnya.

Dan-

Boom. Dengan sebuah teriakan, tinju Sebas melewati wajah Climb. Tekanan anginyang datang dari serangan itu telah merontokkan beberapa helai rambut dari kepalanya.

Dia mendengar suara lirih.

"Selamat. Bagaimana rasanya melewati rasa takut akan kematian?"

-

-Tak mampu mengerti apa yang dia katakan, Climb menunjukkan ekspresi bodoh di wajahnya.

"Bagaimana rasanya menghadapi kematian? Dan bagaimana rasanya melewatinya?"

Climb sangat terengah-engah dan menatap Sebas dengan ekspresi linglung. Wajahnya terlihat seakan dia memiliki beberapa skrup yang kendor. Haus darah tadi menghilang tanpa jejak. Hanya ketika ucapan Sebas yang pada akhirnya masuk ke dalam kepalanya sehingga dia bisa merasakan suatu perasaan lega.

Seakan rasa haus darah yang kuat seluruhnya telah ditahan, Climb roboh seperti boneka yang terputus benangnya.

Sambil berada di tangan dan lututnya, dia dengan rakus menghirup udara segera ke dalam paru-parunya.

"...Untungnya kamu tidak mati karena kaget. Ada waktunya ketika tubuhmu sangat percaya bahwa kematian yang membuat kemampuan untuk mendukung hidup menyerah.

Masih ada hal yang pahit di tenggorokan Climb. Ini pasti rasa dari kematian itu sendiri, pikirnya.

"Mengulang ini berkali-kali akan membuatmu bisa melewati ketakutan yang paling besar. Tapi kamu harus hati-hati. Ketakutan adalah yang memicu insting untuk menyelamatkan diri. Jika rasa takut itu menjadi tumpul sepenuhnya, makan tidak akan bisa mengenali bahkan bahaya yang paling jelas. Kamu harus bisa membedakan diantara mereka.

"Meskipun aku tidak sopan, Sebas-sama, siapa anda?"

"Apa maksudmu?"

"Rasa haus darah itu bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh orang biasa. Siapa sebenarnya.."

"Saat ini aku hanyalah orang tua biasa yang percaya diri akan kemampuannya."

Climb tidak bisa memalingkan matanya dari wajah senyuman Sebas. Meskipun dia kelihatannya tersenyum dengan lembut, itu juga terlihat seperti senyum yang menakutkan dari kekuatan yang luar biasa jauh melebihi Gazef.

Dia adalah perwujudan yang mungkin lebih kuat dari Gazef itu sendiri, warrior terkuat di antara negara tetangga.

-Climb memutuskan bahwa rasa penasarannya sudah cukup sampai disitu. Dia merasa bahwa tidak ada hal yang baik yang akan datang jika menggali lebih dalam.

Namun, satu hal yang terbakar di pikirannya adalah pertanyaan bahwa siapa orang tua yang bernama Sebas ini sebenarnya. Dia bahkan mempertimbangkan kemungkinan bahwa dia adalah salah satu dari tiga belas pahlawan dari masa lalu.

"Kalau begitu mari kita coba sekali lagi-."

"Tu..Tunggu! Aku punya pertanyaan!"

Sebuah suara ketakutan dari seorang pria terdengar dari belakang, memotong ucapan Sebas.

8 komentar:

Berkomentarlah dengan bijak! Tanpa ada SARA dan penghinaan.